Sukses

Kemenhub: Permintaan Kuota dan Tarif Juga dari Sopir Taksi Online

Revisi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 melewati uji publik sebanyak dua kali, baik kepada taksi online maupun taksi reguler (konvensional).

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengatur operasional taksi online melalui revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Revisi ini menuai pro kontra karena didalamnya memuat beberapa poin seperti kuota dan tarif untuk taksi online.

Direktur Angkutan dan Multimoda Kemenhub Cucu Mulyana menjelaskan, revisi permenhub tersebut telah melewati uji publik sebanyak dua kali, baik kepada taksi online maupun taksi reguler (konvensional).

Uji publik pertama dilakukan di Jakarta pada 10 Februari 2017 dan berjalan dengan sukses. Begitu pula dengan uji publik kedua di Makassar yang berlangsung pada 10 Maret 2017.

"Kita lakukan juga (Makassar) berjalan baik lancar dan aman," kata dia dalam diskusi Taksi dan Ojek Berbasis Aplikasi, Bagaimana Nasibmu Nanti? di Jakarta, Rabu (22/3/2017).

Dia mengatakan, dalam uji publik itu intinya para sopir bahkan menyetujui konsep permenhub dan mendesak untuk segera menerapkannya. Harapannya, tidak terjadi gesekan saat mereka beroperasi.

"Perlu kami sampaikan permohonan pencantuman adanya batasan jumlah kendaraan dan pengaturan tarif batas atas bawah itu adalah merupakan permintaan mereka sendiri. Permintaan daripada komunitas pelaku baik taksi online dan reguler," jelas dia.

Para sopir beralasan, kata Cucu, pendapatannya mulai tergerus karena ketatnya persaingan. Tidak hanya antara taksi online dan reguler, namun juga di dalam taksi online.

"Kenapa mereka meminta diatur seperti itu karena mereka sudah merasakan pendapatan semua mereka sudah turun. Persaingan sekarang bukan taksi online dan reguler. Di dalam taksi online sudah terjadi persingan ketat," ungkap Cucu.

Dia mengatakan, persaingan yang ketat menimbulkan risiko terhadap para pengguna jasa. Khususnya terkait dengan keselamatan.

"Coba bayangkan, apabila sudah terjadi persaingan begitu hebat, tarif bisa banting-bantingan harga. Apabila banting-bantingan harga apa yang terjadi, dipastikan hal yang terkait aspek keselamatan pasti menurun. Kalau aspek keselamatan menjadi korban maka pengguna jasa-lah yang menanggung risikonya," ungkap dia.

Soal tarif, Cucu mengatakan tarif bawah untuk melindungi penghasilan daripada supir. "Sementara batas atas kita tahu saat masyarakat menggunakan jam-jam sibuk sering kali lebih mahal dari reguler itupun harus dilindungi," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.