Sukses

Pedagang Pesimistis Harga Daging Turun

Pedagang menilai pemerintah harus intervensi harga dari tingkat pemotong agar dapat menurunkan harga daging sapi.

Liputan6.com, Jakarta - Pedagang daging pesimistis langkah pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi ‎(HET) untuk daging beku sebesar Rp 80 ribu per kg bakal berdampak pada penurunan daging sapi segar di pasar tradisional. Saat ini harga daging tersebut masih betah di kisaran harga Rp 120 ribu per kg.

Muchtar (45) salah satu pedagang daging di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mengatakan daging sapi  merupakan salah satu komoditas pangan yang sulit diturunkan harganya jika sudah telanjur naik. Jika pun turun, dirinya yakin hal tersebut hanya terjadi sesaat.

"Kalau daging ini, kalau sudah naik susah turunnya. Kalau pun turun paling waktu-waktu tertentu saja, kaya Idul Adha. Itu karena orang pada kurban, dagingnya banyak," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (7/4/2017).

Dia menuturkan, jika pemerintah serius untuk menurunkan harga daging di pasaran, maka harus diintervensi dari tingkat pemotong. Sebab, pedagang hanya menjual sesuai dengan harga yang di dapat dari pemotong.

"Dari sananya (pemotong) saja sudah Rp 90 ribu-Rp 100 ribu-an, tergantung dagingnya. Belum ongkos kirimnya. Kami cuma ambil untung sedikit. Nggak sampai Rp 10 ribu per kg," kata dia.

‎Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) komoditas gula, minyak goreng, dan daging. Hal ini guna menjaga stabilitas harga ketiga bahan pokok tersebut.

Untuk memastikan pelaksanaan kebijakan ini, Kemendag memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dengan distributor gula, minyak goreng, dan daging.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, pihaknya menetapkan kebijakan HET untuk komoditas gula sebesar Rp 12.500 per kg, minyak goreng kemasan sederhana Rp 11 ribu per liter, dan daging beku dengan harga maksimal Rp 80 ribu per kg. Masyarakat dapat memperoleh komoditas pangan tersebut di ritel modern mulai 10 April 2017.

"Untuk memastikan terlaksananya kebijakan ini, Kemendag turut memfasilitasi penandatanganan MoU antara Aprindo dengan distributor gula, minyak goreng, dan daging," ujar dia.

Dalam MoU tersebut, lanjut Enggar, dicapai kesepakatan harga jual gula dari produsen sebesar Rp 11.900 per kg franco DC dengan kemasan 1 kg, dan Rp 10.900 per kg loco pabrik yang dikemas ukuran 50 kg untuk dikemas ulang dalam kemasan 1 kg oleh masing-masing ritel.

Adapun kebutuhan per bulan sebanyak 11.520 ton per bulan. Sedangkan batas waktu pembayaran yang ditetapkan adalah selama 14 hari. Untuk daging beku, harga jual dari distributor sebesar Rp 75 ribu per kg dan dijual di ritel Rp 80 ribu per kg. Rata-rata kebutuhan sebanyak 122,5 ton per bulan. Batas waktu pembayaran yang ditetapkan adalah 14 hari.

Sementara itu untuk minyak goreng, harga jual dari produsen Rp 10.500 per liter dan dijual di ritel Rp 11 ribu per liter. Kebutuhan komoditas ini sebanyak 9,22 juta liter per bulan, di antaranya akan dipenuhi dari Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) 2,10 juta liter dan Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) 1,80 juta liter dengan menyesuaikan dengan kapasitas packing line.

Enggar mengatakan, batas waktu pembayaran yang ditetapkan adalah 14 hari. Penetapan HET ini dipastikan tidak akan membuat dunia usaha merugi.

"Penetapan HET ini dimaksudkan untuk membuat titik keseimbangan harga yang baru untuk kepentingan konsumen dan rakyat, tanpa merugikan pelaku usaha," kata dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.