Sukses

Kemenkeu Buru Piutang Rp 31 T dari 22 Obligor BLBI, Siapa Saja?

Kementerian Keuangan menggandeng Kejaksaan dan Kepolisian untuk menagih piutang berkaitan BLBI.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan terus mengejar piutang 22 pengemplang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada negara yang masih tersisa sekitar Rp 31 triliun. Puluhan obligor tersebut adalah bank-bank modern, bank umum nasional, dan Bank Umum Servitia.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Vincentius Sonny Loho. "(Piutang) senilai Rp 31 triliun dari 22 obligor, antara lain bank-bank modern, bank umum nasional, dan Bank Umum Servitia," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (30/4/2017).

Bank Umum Servitia merupakan sebuah bank yang dibekukan operasionalnya pada 2000 bersama dengan 9 bank lainnya. Pembekuan ini dilakukan akibat dugaan penyalahgunaan dana BLBI.

Sonny menjelaskan, Kemenkeu menggandeng Kejaksaan dan Kepolisian terus berupaya menagih piutang tersebut. "Itu (Rp 31 triliun) masih kami urus. Dulu waktu dilimpahkan belum selesai, dan itu diurusnya di Kemenkeu bekerja sama dengan Kejaksaan dan Kepolisian," papar dia.

Dalam upaya penagihan, Sonny mengaku bukan tanpa kendala. "Kalau masih ada perkara hukum diberesi dulu. Kan kadang ada yang berpendapat mereka tidak ada utang lagi, tapi menurut kami ada. Ini masih diusahakan terus, jadi dikejar terus, ditagih," jelas dia.  

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati sebelumnya pernah menyebut ada sebanyak 22 obligor penikmat dana BLBI yang diurus Kemenkeu saat ini. "Ada 22 obligor yang selama ini ditangani oleh Kementerian Keuangan," ucap Sri.

Sri Mulyani memastikan, obligor tetap harus melunasi utang sesuai dengan perjanjian. Pemerintah akan terus mengejar itu, tentu ditambah dengan bunga pinjaman yang juga harus mereka bayar.

"Pada dasarnya, kewajiban yang belum dipenuhi, apalagi setelah ada perjanjian antara obligor dan pemerintah, namun mereka belum memenuhi jumlah kewajiban tersebut, ya harus dikejar. Itu disertai dengan bunganya karena ini kan kejadian sejak 20-an tahun yang lalu," ujar dia.

Untuk diketahui, kebijakan BLBI yang diambil pemerintah untuk mengatasi krisis perekonomian di tahun 1997 telah menimbulkan polemik berkepanjangan, kompleks, dan multidimensi.

Salah satu titik yang mewarnai upaya penyelesaian BLBI adalah hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap BLBI yang besarnya mencapai Rp 144,5 triliun. Pemeriksaan itu menyimpulkan, terdapat indikasi penyimpangan dalam penyaluran maupun penggunaan BLBI yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 138,5 triliun.

Sebelumnya diberitakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"KPK menemukan dua alat bukti dalam pemberian surat kewajiban pemegang saham SKL kepada Syamsul Nursalim selaku pengendali saham BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia) pada 2004 dari BLBI kepada BPPN. Terkait hal tersebut KPK menetapkan SAT sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Selasa 25 April 2017.

Menurut dia, Syarifruddin diduga telah menguntungkan diri sendiri, orang lain dan korporasi. Dia juga diduga menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan SKL BLBI kepada Syamsul Nursalim, selaku pemegang saham BDNI pada 2004.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Kementerian Keuangan merupakan salah satu kementerian negara di lingkungan Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan keuangan negara.

    kemenkeu

  • BLBI adalah singkatan dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

    BLBI