Sukses

Harga Minyak Terjatuh karena Kekhawatiran Kelebihan Pasokan

Harga minyak mentah AS berakhir turun 4,81 persen ke level US$ 45,52 per barel.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak anjlok ke posisi terendah dalam lima bulan terakhir pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Organisasi negara-negara pengekspor minyak dan beberapa negara lainnya sepertinya tidak akan mengeluarkan kebijakan radikal untuk mengurangi kelebihan pasokan minyak mentah di dunia.

Mengutip Reuters, Jumat (5/5/2017), harga minyak mentah AS berakhir turun 4,81 persen ke level US$ 45,52 per barel setelah sebelumnya di perdagangan intraday mengalami tekanan hingga 5,29 persen ke US$ 45,29 per barel, yang merupakan level terendah sejak 29 November.

Sedangkan harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan dunia, ditutup turun ke US$ 48,38 per barel, atau melemah 4,75 persen, setelah sebelumnya sempat jatuh sebanyak 5,17 persen dalam perdagangan di awal sesi.

Harga minyak mentah tembus di bawah US$ 50 per barel dan menyentuh ke level terendah sejak 29 November tahun lalu. Penurunan tersebut menghapus semua keuntungan yang diperoleh pelaku pasar setelah organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dan beberapa negara lain mengumumkan akan memangkas produksi untuk mengendalikan harga minyak.

Di akhir tahun lalu memang OPEC dan beberapa negara di luar OPEC seperti Rusia sepakat untuk mengurangi produksi. Setiap negara OPEC dan di luar OPEC mendapat jatah sendiri-sendiri untuk pengurangan tersebut.

Namun ternyata, meskipun sebagian besar negara-negara tersebut menjalankan kesepakatan dengan baik tapi pasokan minyak di dunia tak mengalami perubahan drastis sehingga kenaikan harga minyak pun sangat lambat.

Dalam kesepakatan tersebut, pengendalian produksi dilakukan dalam senam bulan mulai dari awal Januari hingga akhir Juni. Beberapa anggota OPEC mengusulkan untuk menambah jangka waktu kesepakatan tersebut.

"OPEC berencana untuk memperpanjang tetapi pelaku pasar fokus kepada negara di luar OPEC apakah akan kembali mengikutinya," jelas Analis Energi Senior Interfax Energy’s Global Gas Analytics, Abhishek Kumar.

Produksi minyak di AS juga terus-menerus mengalami kenaikan. Hal tersebut menjadi sebuah kekhawatiran sendiri bagi para pelaku pasar.

Di luar itu, harga minyak juga turun karena adalah perlambatan penyerapan energi dari China. Selama ini China menjadi salah satu negara konsumen energi terbesar di dunia. Dengan adanya perlambatan penyerapan tersebut membuat investor berjaga-jaga. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.