Sukses

Agar Pekerja Bisa Kredit Rumah, Pemerintah Harus Ubah Aturan MBR

Pemerintah diminta untuk segera mengubah kriteria pekerja yang masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta untuk segera mengubah kriteria pekerja yang masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan rumah murah. Salah satunya yaitu soal maksimal gaji sebesar Rp 4 juta per bulan.

Pengamat Perburuhan Timboel Siregar mengatakan, adanya ketentuan tersebut membatasi pekerja dengan gaji pada kisaran Rp 5 juta-Rp 8 juta per bulan memilik rumah. Padahal banyak pekerja termasuk buruh yang memiliki pendapatan sebesar itu hingga kini belum memiliki rumah sendiri.

"UU Perumahan Rakyat mengamanatkan MBR itu menyasar Rp 4 juta. Jadi masyarakat yang di atas upah minimum saja sudah tidak bisa, artinya yang Rp 5 juta, bahkan Rp 4,1 juta sudah tidak bisa‎. Sekarang banyak pekerja yang gajinya Rp 5-8 juta yang masih belum punya rumah," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (12/5/2017).

Menurut dia, pekerja dengan kisaran gaji Rp 5 juta-Rp 8 juta sulit mendapatkan rumah karena tidak masuk dalam kriteria MBR. Sementara dengan gaji sebesar itu, pekerja atau buruh juga kesulitan mendapatkan akses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari perbankan.

‎"Harusnya MBR ini jangan maksimal gaji Rp 4 juta, tapi Rp 7 juta-Rp 8 juta. Jadi dia punya akses untuk mendapatkan rumah itu. Kalau maksimal Rp 4 juta, banyak pekerja yang tidak bisa punya rumah karena yang upah segitu, akses ke perbankan juga susah, mau ikut MBR juga tidak bisa. Akibatnya mereka yang sudah bekerja 5 tahun, 10 tahun tapi belum juga punya rumah," jelas dia.

Selain soal ketentuan gaji maksimal, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga diharapkan mau mengubah tingkat suku bunga KPR. Suku bunga ini juga dianggap menjadi penyebab bagi pekerja untuk memiliki rumah sendiri.‎

"Suku bunga untuk pekerja di Permenaker (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan) kan 3 persen plus BI Rate. Sekarang BI Rate 4,75 persen, nah itu jadi 7,75 persen. Itu kan masih kemahalan untuk pekerja, mungkin bisa ditekan lagi. Ini juga terkait dengan proses pencicilannya nanti," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.