Sukses

Harga Minyak Sulit Tembus US$ 60 per Barel

Keputusan OPEC yang sepakat mengerem produksi minyak tidak berdampak banyak untuk dongkrak harga minyak.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia diperkirakan tidak menembus level US$ 60 per barel pada 2017 meski negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/ OPEC) telah sepakat mengurangi tingkat produksi.

Pengamat energi RefoMiner Institute Priagung Rakhmanto mengatakan, harga minyak dunia yang anjlok sejak 2014, belum menunjukkan perbaikan sampai saat ini. Pada 2017, harga minyak diperkirakan hanya berada di level US$ 50-US$ 55 per barel. Harga minyak belum bisa menembus melebihi US$ 60 per barel.

"2017 masih akan bertahan rendah, belum akan melebihi US$ 60. Masih di angka US$ 50-US$ 55 per barel," kata Priagung, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Selasa (16/5/2017).

‎Priagung melanjutkan, keputusan negara OPEC yang sepakat mengerem tingkat produksi untuk mendongkrak harga minyak tidak berdampak banyak. Upaya tersebut hanya menaikkan sedikit harga minyak. Lantaran OPEC bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi harga minyak dunia.

"Sudah agak naik karena OPEC memutuskan memangkas produksinya. Kira-kira kalau pun naik gradientnya tidak langsung tinggi. Tidak jauh dari US$ 50 - US$ 55," ujar dia.

Priagung mengungkapkan, harga minyak dunia masih rendah hingga kini, disebabkan membanjir-nya pasokan minyak dunia di pasar sejak 2015‎. Pasokan minyak lebih tinggi dari permintaan.

"Karena oversupply sudah lama sejak 2015. Pasokan banjir melebihi permintaan. Sama seperti yang terjadi 2017. Jadi harga minyak masih akan bertahan rendah dalam jangka waktu cukup lama," tutur Priagung.

Sebelumnya harga minyak mentah dunia melonjak 2 persen ke posisi tertinggi dalam lebih dari tiga pekan mencapai US$ 52 per barel. Lonjakan harga terjadi usai Arab Saudi dan Rusia sepakat untuk kembali memotong pasokan hingga 2018.

Ini merupakan langkah pertama yang diambil OPEC untuk mendukung harga minyak lebih lama dari kesepakatan pertama. Menteri Energi dari kedua negara produsen terbesar minyak dunia tersebut, menilai pemotongan pasokan harus diperpanjang selama sembilan bulan, sampai Maret 2018.

Melansir laman Reuters, Selasa 16 Mei 2017, patokan minyak mentah global Brent naik 98 sen atau 1,9 persen menjadi US$ 51,82 per barel, usai menyentuh US$ 52,63, posisi tertinggi sejak 21 April. Sementara harga minyak mentah AS naik US$ 1,01 atau 2,1 persen ke posisi US$ 48,85 per barel.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.