Sukses

Harga Minyak Turun Tipis karena Persediaan di AS Bertambah

Harga minyak Brent yang merupakan patokan harga global turun 17 sen menjadi US$ 51,65 per barel.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun tipis pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) menyuarakan dukungan untuk memperpanjang pemotongan pasokan hingga Maret 2018. Sentimen tersebut mendorong kenaikan harga minyak.

Namun kemudian data dari American Petroleum Institute (API) menyebutkan bahwa persediaan minyak mentah di AS mengalami kenaikan yang tak terduga. Akibatnya, harga minyak kembali tertekan.

Mengutip Reuters Rabu (17/5/2017), harga minyak Brent yang merupakan patokan harga global turun 17 sen menjadi US$ 51,65 per barel pada akhir perdagangan. Sedangkan harga minyak mentah AS turun 58 sen menjadi US$ 48,26 per barel.

Data American Petroleum Institute mengungkapkan bahwa angka persediaan minyak mentah di AS terus mengalami lonjakan. Saat ini, pelaku pasar sedang mengkonfirmasi data dari API tersebut dengan data yang akan dikeluarkan oleh U.S. Energy Information Administration.

API menyatakan bahwa persediaan minyak mentah di AS naik 882 ribu barel untuk pekan yang berakhir pada 12 Mei. Angka tersebut bertentangan dengan perkiraan para analis yang berada jatuh atau turun 2,4 juta barel.

Sehari sebelumnya, harga minyak sempat naik hingga 10 persen setelah sebelumnya mencapai posisi terendah dalam lima bulan terakhir pada perdagangan sebelas hari lalu.

Kenaikan harga minyak tersebut setelah negara-negara OPEC menyatakan keinginan untuk terus melakukan pemotongan pasokan minyak hingga tahun depan atau menambah komitmen selama sembilan bulan lagi.

Pada komitmen pertama, OPEC dan beberapa negara non-OPEC sepakat untuk mengendalikan produksi selama enam bulan dari Januari 2017 hingga Juni 2017. Dengan kembali adanya komitmen baru ini maka pembatasan produksi minyak akan bertambah menjadi hingga Maret 2018 nanti.

"Ada dorongan yang membuat harga minyak mencapai US$ 50 per barel, tetapi banyaknya produksi di AS menjadi penahan kenaikan harga minyak," jelas analis energi ADM Investor Services, New York, AS, Nauman Barakat. (Gdn/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.