Sukses

Dapat Status WTP, Sri Mulyani Sebut Keuangan Negara Milik Rakyat

Pencapaian opini WTP menunjukkan bahwa keuangan negara dikelola secara akuntabel, transparan, serta menggunakan APBN.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta kepada jajaran pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk tidak terlalu euforia saat merayakan pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini adalah rekor prestasi pemerintah pusat dalam 12 tahun.

Sri Mulyani menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasihnya atas kerja keras seluruh pegawai Kemenkeu sehingga mampu meraih predikat WTP pada LKPP 2016. LKPP berasal dari gabungan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).

"Bulan ini, tahun ini, Indonesia melalui Kemenkeu atas kerja keras dan dedikasi dari Anda (pegawai). Momen opini WTP ini bukanlah tujuan akhir, dan tidak dirayakan secara berlebihan," kata Sri Mulyani saat menjadi Pembina Upacara Hari Kebangkitan Nasional di lapangan Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (22/5/2017).

Dia mengungkapkan, pencapaian opini WTP tersebut menunjukkan bahwa keuangan negara dikelola secara akuntabel, transparan, serta menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna menciptakan kesejahteraan rakyat yang adil dan merata.  
"Momen untuk opini WTP bukanlah tujuan akhir. Kita harus sampaikan ke masyarakat Indonesia, keuangan negara adalah milik rakyat, untuk rakyat, dan kita dedikasikan untuk rakyat," tegas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Sri Mulyani memastikan akan menjaga penerimaan APBN sebesar Rp 1.750 triliun dan belanja negara mencapai Rp 2.080 triliun. APBN tersebut akan digunakan sebagai instrumen fiskal untuk menciptakan pemerataan pembangunan dalam mewujudkan cita-cita bernegara.

"Penerimaan Rp 1.750 triliun dan belanja negara Rp 2.080 triliun hanya akan menjadi angka tanpa makna kalau tidak disertai strategi pemikiran untuk menggunakan keuangan negara guna pemerataan pembangunan," dia menuturkan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah baru mulai menyusun laporan keuangan pemerintah pusat setelah disahkannya Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, yakni pada 2003.

Kemudian pada 2004, pemerintah pusat baru menyusun neraca keuangan, dan setiap tahun diaudit BPK, termasuk pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"LKPP 2016 mendapat Opini WTP dari BPK, suatu opini tertinggi atau terbaik. Ini pertama kalinya dalam 12 tahun LKPP diaudit BPK," jelas dia.

Dia menyebutkan, tahun ini, terjadi peningkatan jumlah LKKL yang meraih opini WTP dari 56 LKKL pada 2015 menjadi 74 LKKL pada 2016.

Sementara LKKL yang memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari 26 LKKL di 2015 menjadi 8 LKKL, serta terjadi kenaikan LKKL yang mendapatkan posisi Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau disclaimer menjadi 6 LKKL dari sebelumnya 4 LKKL di 2015.

Selanjutnya, terjadi penurunan jumlah temuan LKPP dari 22 temuan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPP Tahun 2016 menjadi 11 temuan di LHP LKPP 2016. Nilai transaksi antar entitas telah diyakini kewajarannya oleh BPK.

Kemudian, penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) semakin baik ditandai dengan pencatatan transfer masuk dan transfer keluar BMN yang diyakini kewajarannya, serta pencatatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang jauh lebih akurat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Ini hasil yang sangat baik, kami merasa gembira. Dari jajaran Kemenkeu pencapaian ini harus terus dijaga dan dipertahankan," Sri Mulyani berharap.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.