Sukses

Menteri Susi Kritik Penangkapan Ikan di Samudera Hindia Tak Adil

Kuota negara yang melakukan distant water fishing atau penangkapan ikan jarak jauh belum memberikan kontribusi yang memadai.

Liputan6.com, Yogyakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menilai penangkapan tuna di perairan Samudera Hindia tidak adil bagi Indonesia.

Kuota negara yang melakukan distant water fishing atau penangkapan ikan jarak jauh belum memberikan kontribusi yang memadai untuk negara pemilik garis pantai.

"Sebagai contoh saya mempertanyakan Taiwan yang tidak punya garis pantai tetapi kuota ikan tangkapnya lebih," ujar dia dalam jumpa pers 21st Session Of The Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) di Yogyakarta, Senin (22/5/2017).

Termasuk pula beberapa negara kecil yang tidak menangkap ikan sendiri akan tetapi kuotanya dijual ke negara yang melakukan distant water fishing.



Melalui pertemuan ini, Menteri Susi ingin setiap negara memperhitungkan pengambilan ikan di Samudera Hindia serta membicarakan portofolio kuota dari masing-masing negara untuk memperbaiki manajemen keberlanjutan stok tuna di Samudera Hindia.

Terlebih, Samudera Hindia di bagian Indonesia lebih produktif ketimbang di Afrika. "Berapa boleh tangkap, berapa stok," pinta Susi.

Dia turut menekankan penanganan beberapa isu penting lainnya dalam pertemuan tahunan yang diikuti oleh 31 negara anggota tetap dan 4 negara anggota tidak tetap ini.

Pertama, pentingnya pemberantasan Illegal fishing oleh semua negara berdasarkan kewajiban internasional, untuk menjamin kesehatan laut dari sisi kelestarian sumber daya tuna serta menjamin tersedianya keanekaragaman jenis ikan dalam jumlah yang cukup untuk generasi sekarang dan mendatang.

Kedua, pentingnya kerja sama regional dalam pemberantasan IUU Fishing and related activities. "Dalam hal ini negara anggota IOTC harus punya komitmen yang sama karena kegiatan ini lintas perbatasan," kata Susi.

Ketiga, memberantas kejahatan kemanusiaan yang menyertai kegiatan illegal fishing. Saat ini setiap perusahaan perikanan yang mengoperasikan kapal perikanan wajib memiliki sertifikat HAM, anak buah kapal wajib memiliki Perjanjian Kapal Laut (PKL), dan setiap usaha pengelolaan ikan wajib memiliki sertifikat HAM di industri perikanan.

Keempat, pentingnya merancang dan mengadopsi resolusi Highseas Boarding and Inspection untuk memastikan tingkat kepatuhan setiap kapal yang beroperasi di laut lepas Samudera Hindia.

Kelima, Indonesia mengajak negara IOTC untuk memastikan ikan yang diekspor, diimpor, dan dikonsumsi secara nasional bukan produk IUUF. (SwitzySabandar)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.