Sukses

Harga Minyak Menguat Usai Kebocoran Pipa di Nigeria

Harga minyak dunia turun hampir empat persen selama sepekan.

Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat usai ada kebocoran pipa di Nigeria. Meski demikian, harga minyak mentah melemah selama sepekan sudah turun hampir 4 persen lantaran kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan global.

Harga minyak Brent naik 29 sen menjadi US$ 48,15 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) naik 19 sen menjadi US$ 45,83 per barel. Kedua harga minyak acuan itu mencatatkan penurunan hampir empat persen selama sepekan, tertekan oleh persediaan AS yang meningkat.

"Saya tidak berpikir itu hanya sentimen sementara. Kenaikan produksi masih akan membuat harga minyak melemah," ujar Gene McGillian, Manajer Riset Tradition Energy, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (10/6/2017).

Tekanan harga minyak juga didorong usai the Shell Development Company of Nigeria menyatakan fource majeure untuk minyak mentah Bonny Nigerian usai seseorang tak bertanggung jawab mengebor lubang pipa Trans Niger sehingga menyebabkan kebocoran.

Nigeria termasuk salah satu eksportir minyak terbesar di Afrika, namun aktivitas pemberontak dan kesalahan manajemen pemerintah telah mendorong penghentian sementara produksi minyak.

"Kebocoran tersebut menunjukkan tren produksi di Nigeria jauh dari stabil," ujar Carsten Fritsch, Analis Commerzbank.

Pasar komoditas terutama minyak juga mendapatkan tekanan lantaran produksi meningkat karena Nigeria dan Libya dibebaskan dari pemangkasan produksi. Padahal dua negara itu termasuk anggota the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).

Pada bulan lalu, OPEC dan produsen utama minyak lainnya setuju melanjutkan pemangkasan produksi minyak sekitar 1,8 juta barel per hari hingga kuartal I 2018.

Lapangan minyak Sharara juga telah kembali dibuka usai demonstrasi pekerja, dan kembali produksi normal dalam tiga hari. Selain itu, produksi minyak AS juga meningkat. Ada tambahan 8 rig minyak hingga 9 Juni. Totalnya mencapai 741, dan terbesar sejak April 2015.

Pada pekan ini, data dari AS juga mengejutkan dengan ketersediaan stok 3,3 juta barel menjadi 513,2 juta barel. Persediaan produk olahan juga meningkat meski dimulainya kenaikan permintaan pada musim panas. Pasar Asia juga alami kelebihan pasokan. Pelaku pasar pun memasukkan kelebihan pasokan dalam floating storage.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.