Sukses

Harga Minyak Bikin Wall Street Bervariasi

Harga minyak melemah telah menekan indeks saham Dow Jones, sedangkan aksi beli saham teknologi mengangkat indeks saham Nasdaq.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi dipengaruhi tekanan harga minyak dan aksi beli di saham-saham teknologi.

Harga minyak melemah mendorong sektor saham energi tertekan. Sedangkan pelaku pasar membeli saham teknologi sehingga mengangkat indeks saham Nasdaq.

Pada penutupan perdagangan saham Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones melemah 1,1 poin atau 0,01 persen ke level 21.478,17. Indeks saham S&P 500 menguat tipis 3,53 poin atau 0,15 persen ke level 2.432,54. Indeks saham Nasdaq bertambah 40,80 poin atau 0,67 persen ke level 6.150,86.

Harga minyak melemah empat persen didorong penguatan dolar AS. Selain itu, ekspor OPEC juga meningkat.

"Amerika Serikat kini menjadi produsen minyak. Pemerintah pun tidak dapat memutuskan apakah hasil untuk industri domestik meski terus memproduksi atau tidak. Mereka terus produksi minyak selama itu menguntungkan bagi mereka," ujar Tim Ghriskey, Chief Investment Officer Solaris Asset Management seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (6/7/2017).

Saham produsen minyak pun melemah. Saham Exxon dan Chevron melemah lebih dari 1,5 persen. Kedua saham itu catatkan pelemahan terbesar di indeks saham Dow Jones dan S&P. Indeks saham sektor energi S&P turun 2 persen, dan catatkan performa terburuk dari antara 11 sektor saham lainnya di indeks saham S&P.

Sementara itu, sektor saham teknologi naik 1 persen, dan memimpin penguatan di indeks saham S&P 500. Saham Advanced Micro Devices, Micron, dan Nvidia mencatatkan performa terbaik di antara sektor saham lainnya. Saham teknologi cenderung volatile dalam beberapa minggu ini seiring pelaku pasar fokus terhadap valuasi saham teknologi. Indeks sektor saham teknologi sudah naik 17 persen pada 2017.

Adapun volume perdagangan saham tercatat di wall street mencapai 6,52 miliar saham. Angka ini di bawah rata-rata perdagangan saham sekitar 7,19 miliar saham.

Data ekonomi terakhir dan tingkat inflasi di bawah target 2 persen oleh the Federal Reserve akan berdampak untuk rencana kenaikan suku bunga the Federal Reserve.

Pesanan baru untuk barang buatan AS turun lebih dari yang diperkirakan pada Mei. Akan tetapi, modal pesanan peralatan sedikit lebih kuat dari yang dilaporkan sebelumnya sehingga menunjukkan manufaktur tetap berada tumbuh moderat.

Sisi lain pembuat kebijakan the Fed juga terpecah pada prospek inflasi. Hal itu akan pengaruhi laju kenaikan suku bunga ke depannya. Hal itu berdasarkan risalah pertemuan kebijakan the Fed pada 13-14 Juni 2017.

Risalah itu menunjukkan sejumlah pejabat melihat kalau harga saham sudah tinggi dibandingkan dengan valuasi standar. Padahal pertumbuhan pendapatan menguat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.