Sukses

Jalankan Redenominasi, Pemerintah Harus Perhatikan Hal Ini

Redenominasi yang tidak berjalan baik akan berdampak pada nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi.

Liputan6.com, Jakarta - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menyatakan, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sebelum menerapkan kebijakan penyederhanaan nominal rupiah atau redenominasi.

Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta mengatakan, sebenarnya suatu hal yang wajar jika pemerintah dan BI ingin menjalankan redenominasi. Namun agar kebijakan ini bisa berjalan dengan baik, pemerintah harus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

"Sebagai sebuah exercise, ini hal yang wajar untuk dibahas di kalangan stakeholder. Tapi ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan, sebelum redenominasi ini dilakukan, terutama dalam proses penyusunan Undang-Undangnya.‎ Artinya, kita harus mempertimbangkan dengan matang pelaksanaan strategi redenominasi itu kalau misalnya pemerintah bersama DPR bisa selesaikan UU redenominasi itu," ujar dia di Jakarta, Rabu (19/7/2017).

Pertama, yaitu soal tingkat inflasi. Menurut Arif, Indonesia harus belajar dari Turki yang menghadapi inflasi tinggi lantaran melakukan redenominasi mata uang yaitu Lira.

"Terkait dengan inflasi. Karena kita tahu secara kita tahu pengelolaan inflasi ke depan. Turki saat lakukan redenominasi Lira, dia menghadapi inflasi yang tinggi dalam waktu yang relatif panjang," kata dia.

Kedua, yaitu dampak redenominasi ini terhadap psikologi masyarakat. Hal ini juga berpotensi mendorong inflasi ke level yang tinggi jika masyarakat tidak siap akan bergulirnya kebijakan tersebut.

"Aspek psikologi masyarakat yang biasa memegang harga rupiah yang tinggi, menjadi rendah. Itu mendorong secara psikologi inflasi untuk naik ke atas," ungkap dia.

Ketiga, redenominasi yang tidak berjalan baik akan berdampak pada nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi. Ini artinya nilai rupiah akan terus turun dan berdampak pada daya beli masyarakat.

"Pengalaman di Turki kita lihat. Jika stabilitas makro tidak bisa dijaga secara berkelanjutan, itu juga akan berakibat pada depresiasi nilai tukar secara perlahan-perlahan," lanjut dia.

Dan keempat, kata Arif, pemerintah dan BI perlu melakukan persiapan yang panjang dan matang sebelum menggulirkan redenominasi. Menurut dia, tidak mudah meyakinkan masyarakat agar tidak khawatir akan kebijakan redenominasi ini.

"Waktu persiapan dan sosialisasi yang matang, apalagi rata-rata level pendidikan masyarakat Indonesia masih pada SMP. Jadi, faktor sosialisasi dan komunikasi yang intens, sehingga ini dianggap bukan sanering atau pemotongan nilai uang. Harga mata uangnya tetap sama," tandas dia.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.