Sukses

Mentan Amran: Pengusaha Beras Jangan Ambil Untung Terlalu Besar

Mentan Amran tak keberatan bila ada perusahaan yang membeli gabah dari petani dengan nilai tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman tak keberatan bila ada perusahaan yang membeli gabah dari petani dengan nilai tinggi atau di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Namun, diharapkan pengusaha tidak mencari keuntungan yang juga jauh lebih besar dan membebankan ke masyarakat selaku konsumen.

"Saya senang gabah petani dibeli tinggi, tapi jangan jual mahal. Beli mahal, alhamdulillah. Tapi, jangan tinggi keuntungannya, mencapai 200 persen," ujarnya seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (26/7/2017).

Jika pengusaha mengambil keuntungan yang sangat besar, maka akan menimbulkan disparitas harga yang tinggi serta berdampak buruk bagi pengusaha lain dan masyarakat, termasuk petani selaku produsen.

Amran mencontohkan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Misalnya, ada perusahaan yang membeli gabah petani dengan harga relatif sama. Lalu, diproses menjadi beras medium dan dijual harga normal rata-rata Rp 10.519 per kilogram (kg). Sehingga, disparitas harga di tingkat petani dan konsumen cuma Rp 3.219 per kg atau 44 persen.

Berbeda, PT Indo Beras Unggul (IBU), sesuai temuan di beberapa lokasi, menjual produknya berupa beras premium mencapai Rp 23.000-Rp 26.000 per kg, meski harga beli gabah petani angkanya seperti perusahaan lain. Artinya, disparitas harga di tingkat petani dan konsumen menembus 300 persen.

Harga jual produk PT IBU itu, seperti Cap Ayam Jago jenis pulen wangi super dan pulen wangi di Giant Cilandak, Jakarta Selatan, masing-masing Rp 25.380 per kg dan Rp 21.678 per kg. Lalu, di sebuah supermarket di Kemayoran, Jakarta Pusat, Rp 23.180 per kg dan di Malang Town Square, Cap Ayam Jago beras pulen wangi super Rp 26.305 per kg.

Padahal, hampir semua beras medium dan premium berasal dari gabah varietas unggul baru (VUB) yang diproduksi dan dijual petani kisaran Rp 3.500-Rp 4.700 per kg gabah. Soalnya, total varietas unggul baru yang digunakan mencapai 90 persen dari luas lahan padi 15,2 juta hektare.

Kemudian, digiling menjadi beras di petani berkisar Rp 6.800-Rp 7.000 per kg dan petani menjual beras berkisar Rp 7.000 per kg dan penggilingan atau pedagang kecil menjual Rp 7.300 per kg ke Badan Urusan Logistik (Bulog) sesuai HPP.

Menteri Amran menambahkan, nilai ekonomi bisnis beras secara nasional jika dijual Rp 10.519 per kg dan mencapai 46,1 juta ton tiap tahun, maka mencapai Rp 484 triliun.

Jika acuan tersebut adalah total konsumsi beras medium, maka marjin yang didapatkan hanya Rp 65,7 triliun. Angka itu meroket drastis, ketika konsumen membelanjakan uang untuk beras premium.

Dengan asumsi marjin minimal beras premium Rp 10.000 per kg saja dan dikalikan total beras premium yang beredar diperkirakan 1 juta ton atau 2,2 persen dari produksi beras nasional sebesar 45 juta ton per tahun, maka disparitas keekonomian sekitar Rp 10 triliun.

"Melihat kesenjangan profit marjin antara pelaku, ini tidak adil," ujarnya.

Karena itu, kata Menteri Amran, dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Pangan agar keuntungan terdistribusi secara adil dan proporsional. "Kepada petani, pedagang beras kecil, dan melindungi konsumen," ujarnya.

 Tonton Video Menarik Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.