Sukses

Apindo: Banyak Polemik Bikin Sektor Industri Lesu

Pengusaha menilai lesunya industri jjuga lantaran konsumsi masyarakat menurun.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha mengingatkan kepada pemerintah untuk tidak lagi menyajikan berbagai polemik di negara ini. Kenyataannya, banyaknya polemik tersebut menjadi sentimen negatif terhadap dunia usaha.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Haryadi Sukamdani menjelaskan saat ini berbagai sektor industri tengah lesu. Hal inilah yang menjadikan para pengusaha masih enggan untuk melakukan ekspansi bisnis hingga semester I 2017.

"Kemarin kehebohan pilkada DKI terutama soal intoleransi membuat orang tidak nyaman. Dunia usaha diganggu terus, mulai dari masalah pajak, orang ikut tax amnesty mau diperiksa. Jadi kesannya kok dimusuhin ya, dunia usaha dibuat suasananya begitu. Mereka yang membuat persepsi menjadi negatif, kita jadi hati-hati," jelas Haryadi saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (5/8/2017).

Tidak hanya persoalan sentimen negatif tersebut, lesunya industri ini juga karena konsumsi masyarakat menurun. Haryadi menuturkan, salah satu sektor industri yang pertumbuhannya negatif adalah otomotif, yaitu penjualan kendaraan bermotor.

Penurunan konsumsi masyarakat ini lebih karena banyaknya perusahaan yang mulai merumahkan karyawannya. Dengan demikian jumlah pegawai formal menjadi berkurang. Tidak ada pekerjaan ini yang menjadikan banyak orang lebih memilih menunda pembelian.

"Salah satunya menyusutnya jumlah pekerja formal ini tidak lain karena upah pekerja yang saat ini cukup tinggi, ditambah sentimen-sentimen pemerintah tadi, makanya terjadi lay off," tegas dia.

Oleh karena itu, dirinya meminta kepada semua pihak untuk lebih menonjolkan sentimen positif dalam bertindak. "Presiden sudah optimistis, tapi yang di bawah itu seakan pada cari panggung, tapi yang terjadi malah menimbulkan kecemasan," tutur Haryadi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang tercatat 4 persen pada kuartal II 2016. Bila dibandingkan 2016 sekitar 4,01 persen.

Sementara itu, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil kuartal II 2017 naik 2,5 persen secara year on year (YoY). Angka ini lebih kecil dibandingkan kuartal I 2017 mencapai 6,63 persen. Pada 2016, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil sebesar 5,78 persen.

Pertumbuhan positif terbesar secara kuartalan didukung industri kertas dan barang dari kertas yang naik 15,87 persen. Sedangkan pertumbuhan negatif didorong industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer yang merosot 5,3 persen.

Sebelumnya Kepala BPS Suhariyanto menuturkan, kondisi industri manufaktur turun pada kuartal II 2017 agak berbeda dari biasanya.

"Ini agak tidak biasa ya. Biasanya industri mikro dan kecil lebih tinggi di kuartal I," kata Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk di kantornya, Jakarta, Selasa 1 Agustus 2017.

Menurut Kecuk, industri mikro dan kecil kerap menemukan kendala dalam menjalani usaha. Tak heran apabila industri pada skala tersebut gampang untuk tutut alias gulung tikar.

"Industri mikro dan kecil buka dan tutupnya gampang sekali. Namanya industri rumah tangga, di bawah 19 orang pekerja. Buka, lalu tutup, dan susah memonitornya," ujar Kecuk.

Kendala utama di industri mikro dan kecil, menurut Suhariyanto, pertama masalah permodalan. Pemerintah harus lebih berpihak pada industri tersebut dengan memberikan bantuan supaya usaha lebih tumbuh dan berkembang.

"Kendala lain dari sisi pemasaran. Banyak industri mikro dan kecil yang bisa produksi, tapi pemasaran terbatas. Saya pikir, pemerintah perlu membantu karena perlu ada keberpihakan pemerintah ke sana," tutur Suhariyanto. (Yas)

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.