Sukses

Mogok Kerja, Pegawai JICT Bisa Dipenjara

Serikat Pekerja JICT melakukan aksi mogok mulai Kamis pekan lalu menuntut keterbukaan manajemen mengenai masalah keuangan perusahaan.

Liputan6.com, Jakarta - Aksi mogok kerja yang dilakukan oleh Serikat Pekerja (SP) PT Jakarta International Countainer Terminal (JICT) memasuki hari kelima. Sampai hari ini, operasional bongkar muat pelabuhan juga tetap berjalan normal karena sudah dialihkan ke beberapa terminal.

Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, memperingatkan kepada para pelaku mogok kerja yang berlangsung sejak Kamis pekan lalu. Menurut Siswanto, para karyawan JICT yang mogok kerja dan berdemonstrasi itu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

"Seharusnya polisi menindak mereka. Tidak boleh ada demo, apalagi mogok kerja di pelabuhan. Itu salah satu objek vital negara. Ini sudah berkali-kali dan polisi harus bertindak tegas," kata Siswanto saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (7/8/2017).

Dalam UU tersebut, jika terdapat pihak yang melanggar, maka akan dikenakan hukuman pidana penjara paling lama satu tahun. Dikatakan Siswanto, sampai saat ini Namarin sudah melayangkan surat kepada pihak Kepolisian untuk menindak tegas para pekerja yang mogok kerja. Namun, ia menyayangkan surat tersebut tidak ditindaklanjuti.

Oleh sebab itu, menurut dia, Presiden, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Perhubungan, dan Polri harus mendeklarasikan mengenai objek-objek vital yang tidak boleh ada demo bahkan aksi mogok kerja. Karena, baginya, ini akan mengganggu pelayanan perdagangan internasional Indonesia.

"Kalau ada masalah, diskusi, duduk bersama, jangan sampai ada aksi demo-demo begini. Ini kan bukan yang pertama kali, jadi ke depannya jangan sampai JICT ini tersandera lagi, bahaya," tegas dia.

Untuk diketahui, SP JICT melakukan aksi mogok mulai Kamis pekan lalu. Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja (SP) Jakarta International Container Terminal M Firmansyah menjelaskan, mogok kerja dilakukan karena dampak dari perpanjangan kontrak JICT yang menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melanggar aturan.

Uang sewa ilegal perpanjangan kontrak JICT yang telah dibayarkan sejak 2015 telah berdampak terhadap pengurangan hak pekerja sebesar 42 persen. Padahal, pendapatan JICT meningkat 4,6 persen pada 2016 dan biaya overhead termasuk bonus tantiem direksi serta komisaris meningkat 18 persen.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.