Sukses

Pakai Teknologi Tepat, Lahan Gambut Bisa Jadi Penggerak Ekonomi

Masyarakat lokal jauh sebelum Indonesia merdeka telah hidup berdampingan di lahan gambut.

Liputan6.com, Jakarta Pengelolaan lahan gambut dengan teknologi yang tepat dinilai bisa menjadi salah satu lokomotif penggerak ekonomi di daerah, seperti Riau. Luas lahan gambut yang mencapai 4,6 juta hektare (ha), atau sekitar 56 persen total luas wilayah Provinsi Riau, bisa menjadi potensi untuk alat pengembangan komoditas yang menghasilkan.

Ini diungkapkan Akademisi Universitas Riau Suwondo. "Ekosistem gambut itu punya kerentanan. Perlu input teknologi yang besar. Tapi perkenalan teknologi dan pengalaman, gambut juga bisa dimanfaatkan," kata dia, seperti dikutip Jumat (11/8/2017).

Ia mengatakan masyarakat lokal jauh sebelum Indonesia merdeka telah hidup berdampingan di lahan gambut. Masyarakat setempat berhasil mengaplikasikan budidaya pertanian dan perkebunan di lahan gambut sebagai sumber kehidupan secara berkelanjutan.

Hal ini yang kemudian harus digali untuk dipelajari lebih lanjut oleh pemerintah. Bagaimana menciptakan keseimbangan, yang kemudian harus menjadi pelajaran. Untuk kemudian dapat dijadikan sebagai penggerak ekonomi.

Dia mengakui, jika selama ini yang menjadi masalah adalah lemahnya tata kelola hutan dan lahan gambut. "Pemerintah bukan tidak melakukan pengelolaan. Hanya saja masih perlu diperbaiki," dia menambahkan.

Ia mencontohkan, antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat memiliki pemetaan yang berbeda dalam tata kelola hutan. Sebab itu ke depan harus ada kebijakan "one map" atau satu peta yang sama dan tidak ada lagi perbedaan yang merugikan.

Total lahan gambut yang luas di Riau selama ini juga terbukti sebagai roda penggerak ekonomi wilayah ini, dengan sektor perkebunan seperti sawit dan HTI yang berdiri di atasnya.

Meskipun begitu, dia mengakui isu kerusakan gambut yang berakibat pada kebakaran merupakan isu global dan terdapat sejumlah aspek yang perlu diperbaiki. "Harus diakui, ada persoalan lingkungan. Tapi bukan berarti harus ditutup. Ini juga harus dilakukan pemerintah dengan berikan respon yang baik," dia menjelaskan.

Senada, Kartini Sjahrir dari Yayasan Dr Sjahrir menuturkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut yang tepat, dipandang sebagai solusi pertumbuhan ekonomi. "Jadi upaya pertumbuhan ekonomi, dan upaya pelestarian lingkungan itu harus bisa saling mendukung," kata dia.

Dia mencontohkan, pemanfaatan tanaman sagu atau sawit yang dikombinasikan dengan sistem tumpang sari bersama nanas, bisa menjadi lebih optimal. "Kata kunci untuk menjembatani itu adalah inovasi dan teknologi," jelas dia.

Tonton video menarik berikut ini:


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.