Sukses

BI Rate Berpotensi Turun, Bagaimana Dampak ke Pertumbuhan Kredit?

Bank Indonesia (BI) menggelar rapat dewan gubernur (RDG) untuk menentukan suku bunga acuan pada 21-22 Agustus 2017.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) tengah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk menentukan suku bunga acuan atau BI 7-day reverse repo rate. Dalam RDG yang berlangsung pada 21-22 Agustus, suku bunga acuan berpeluang untuk diturunkan.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, jika lihat dari likuiditas perbankan, memang selama enam bulan terakhir sudah cukup longgar. Untuk pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) ada di 10 persen lebih, sementara pertumbuhan kredit di Juni sedikit melambat hanya sebesar 7,8 persen.

"LDR pun juga sudah membaik. Jadi deposito pun berangsur sudah mulai membaik," ujar dia di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (21/8/2017).

Namun menurut Kartika, lambatnya pertumbuhan kredit suku tidak hanya disebabkan oleh suku bunga acuan yang terus ditahan oleh BI dalam beberapa bulan terakhir. Ini artinya penurunan suku bunga acuan pun belum tentu berdampak pada pertumbuhan kredit perbankan.

"Jadi kami memandang pelambatan di kredit tidak semata-mata karena suku bunga juga. Tetapi demand-nya kita lihat memang agak melambat dan hapus bukunya juga cukup tinggi. Kalau hapus bukunya ditambahkan sebenarnya pertumbuhannya lebih kuat mungkin bisa mendekati 9 persen-10 persen," jelas dia.

Kartika mengungkapkan, tiga segmen yang selama ini mempengaruhi pertumbuhan kredit yaitu korporasi, ritel serta usaha kecil dan menengah (UKM). Di antara tiga segmen tersebut, yang menunjukkan tanda perbaikan baru sektor korporasi akibat membaiknya harga-harga komoditas.

"Demand kredit kan di-drive tiga segmen besar. Demand korporasi setahun terakhir sudah membaik khususnya korporasi yang terkait komoditas, khususnya sawit. Kemudian emas, copper juga sudah membaik. Kemudian dari sisi kontraktor untuk infrastructure juga mulai membaik sekali. Memang segmen kedua dari sisi ritel kita lihat penurunan bunga di KPR dan KPM juga demand mulai membaik," ungkap dia.

Sementara untuk segmen UKM dinilai masih agak sulit. Hal ini turun berdampak pada rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL).

"Memang agak berat di segmen menengah dan SME. Selama siklus krisis 2014-2016 yang terkena dampak NPL segmen menengah dan SME. Memang butuh waktu bagi perusahaan menengah untuk merapikan lagi cash flow dna ekspansi lagi. Ini proses yang sedang berlangsung. Kita mungkin lihat segmen menengah di tahun depan baru bisa menggeliat lagi," kata dia.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.