Sukses

MA Batalkan Aturan Transportasi Online

MA batalkan beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 yang jadi dasar hukum operasi taksi online.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) membatalkan beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor  26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek. Peraturan tersebut merupakan dasar hukum operasi taksi online.

Dikutip dari laman MA, Selasa (22/8/2017), beberapa pasal tersebut kini tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek, tidak mempunyai hukum mengikat," tulis keterangan MA tersebut.

Adapun beberapa pasal tersebut yakni, Pasal 5 ayat 1 huruf e, Pasal 19 ayat 2 huruf f dan ayat 3 huruf e, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 huruf a, Pasal 30 huruf b, Pasal 35 ayat 9 huruf a angka 2 dan ayat 10 huruf a angka 3.

Lalu, Pasal 36 ayat 4 huruf c, Pasal 37 ayat 4 huruf c, Pasal 38 ayat 9 huruf a angka 2 dan ayat 10 huruf a angka 2 dan ayat 10 huruf a angka 3. Setelah itu, Pasal 43 ayat 3 huruf b angka 1 sub b, Pasal 44 ayat 10 huruf a angka 2 dan ayat 11 huruf a angka 2, Pasal 51 ayat 3 dan pasal 66 ayat 4.

Dalam putusan itu, MA meminta Menteri Perhubungan untuk mencabut ketentuan tersebut. Keputusan ini diambil setelah MA memeriksa dan mengadili perkara permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek.

Salah satu pasal yang dibatalkan, yakni terkait dengan tarif seperti yang tercantum pada Pasal 19 ayat 2 huruf f.

"Penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah atas dasar usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri setelah dilakukan analisa," bunyi ketentuan itu.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

MA Minta Cabut 14 Pasal di PM Nomor 26 Tahun 2017

 

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 yang diperintahkan oleh MA untuk dicabut antara lain:

1. Pasal 5 ayat 1 huruf e yaitu soal tarif angkutan berdasarkan argometer atau tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi.

2. Pasal 19 ayat 2 huruf f dan ayat 3 huruf e masing-masing berbunyi penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah atas dasar usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri setelah dilakukan analisa.

Kemudian ayat 3 huruf e berbunyi dilengkapi dokumen perjalanan yang sah, berupa surat tanda nomor kendaraan atas nama badan hukum, kartu uji, dan kartu pengawasan.

3. Pasal 20 antara lain pelayanan angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud pasal 19 merupakan pelayanan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam perkotaan. Selain itu, wilayah operasi angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan mempertimbangkan penetapan klasifikasi kawasan perkotaan, perkiraan kebutuhan jasa angkutan sewa khusus, perkembangan daerah kota atau perkotaan, dan tersedianya prasarana jalan yang memadai.

Selain itu ayat 3 menyebutkan wilayah operasi angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh kepala badan untuk wilayah operasi angkutan sewa khusus yang melampaui lebih dari satu provinsi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, atau Gubernur untuk wilayah operasi angkutan sewa khusus yang melampaui lebih dari satu daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi.

4. Pasal 21 yang berisi enam ayat antara lain berisi soal angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ditetapkan dengan mempertimbangkan perkiraan kebutuhan jasa angkutan orang dengan tujuan tertentu dan adanya potensi bangkitan perjalanan.

Ayat 2 berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Direktur Jenderal, Kepala Badan, Gubernur sesuai dengan kewenangan menetapkan rencana kebutuhan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu untuk jangka waktu lima tahun. Ayat 3 berisi rencana kebutuhan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 digunakan sebagai dasar dalam pembinaan.

Pasal 21 ayat 4 berisi rencana kebutuhan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diumumkan kepada masyarakat, ayat 5 yaitu kebutuhan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan evaluasi secara berkala setiap satu tahun.

5. Pasal 27 huruf a berisi perusahaan angkutan umum wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu memiliki paling sedikit lima kendaraan yang dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama badan hukum dan surat tanda bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor.

6. Pasal 30 huruf b berisit perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 1 dapat mengembangkan usaia di kota/kabupaten lain dengan memenuhi syarat menggunakan tanda nomor kendaraan bermotor sesuai domisili cabang tersebut.

7. Pasal 35 ayat 9 huruf a angka 2 yaitu pemohon dalam mengajukan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 8 dengan melampirkan dokumen untuk salinan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan bermotor. Kemudian ayat 10 huruf a angka 3 berisi setelah mendapatkan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 9 pemohon mengajukan permohonan penerbitan izin penyelenggaraan angkutan beserta kartu pengawasan dengan melampirkan dokumen salinan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

8. Pasal 36 ayat 4 huruf c berisi persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat dua antara lain salinan surat tanda nomor kendaraan bermotor yang masih berlaku atas nama perusahaan.

9. Pasal 37 ayat 4 huruf c berisi persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi salinan surat tanda nomor kendaraan bermotor yang masih berlaku atas nama perusahaan.

10. Pasal 38 ayat 9 huruf a angka 2 berisi pemohon dalam mengajukan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 8 dengan melampirkan dokumen untuk salinan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

Kemudian ayat 10 huruf a angka 2 berisi setelah mendapatkan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 9, pemohon mengajukan permohonan perubahan dokumen izin untuk penambahan kendaraan dengan melampirkan dokumen salinan surat tanda nomor kendaraan (STNK).

Lalu ayat 10 huruf a angka 3 berisi salinan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

11. Pasal 43 ayat 3 huruf b angka 1 sub b berisi penggantian kendaraan atau peremajaan kendaraan untuk kendaraan bermotor baru dan kendaraan bermotor bukan baru dengan tanda nomor kendaraan bermotor berwarna dasar hitam tulisan putih sebagaimana dimaksud pada ayat dua huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan tahapan yaitu huruf b angka 1 sub b yaitu setelah mendapatkan tanda nomor kendaraan bermotor umum, pemohon mengajukan permohonan penerbitan kartu pengawasan dengan melampirkan dokumen salinan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

12. Pasal 44 ayat 10 huruf a angka 2 berisi pemohon dalam mengajukan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 9 dengan melampirkan dokumen untuk salinan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

Kemudian ayat 11 huruf a angka 2 berisi setelah mendapatkan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 9, pemohon mengajukan permohonan penerbitan izin penyelenggaran angkutan beserta kartu pengawasan tidak dalam trayek dengan melampirkan dokumen salinan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

13. Pasal 51 ayat 3 berisi larangan bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat dua antara lain menetapkan tarif dan memberikan promosi tarif i bawah tarif batas bawah yang telah ditetapkan, merekrut pengemudi, memberikan layanan akses aplikasi kepada orang perorangan sebagai penyedia jasa angkutan, dan memberikan layanan akses aplikasi kepada perusahaan angkutan umum yang belum memiliki izin penyelenggaran angkutan orang tidak dalam trayek.

14. Pasal 66 ayat 4 berisi sebelum masa peralihan surat tanda nomor kendaraan bermotor menjadi atas nama badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus dilampirkan dengan perjanjian yang membuat kesediaan surat tanda nomor kendaraan bermotor menjadi badan hukum dan hak kepemilikan kendaraan tetap menjadi hak pribadi perorangan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.