Sukses

Produsen Khawatir Kenaikan Cukai Pacu Peredaran Rokok Ilegal

Pada 6 bulan pertama 2017, volume produksi rokok turun hampir 6 persen dibandingkan periode yang sama pada di 2016.

Liputan6.com, Jakarta Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menyatakan target kenaikan penerimaan cukai rokok sebesar 4,8 persen di tahun depan memberatkan industri hasil tembakau. Kenaikan tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2018.

Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti menilai kenaikan ini ‎seolah mengabaikan fakta jika saat ini industri tersebut tengah mengalami tekanan selama tiga tahun berturut-turut. Tekanan ini akibat kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi tanpa disertai meningkatnya daya beli masyarakat.

Dia menjelaskan, pada 6 bulan pertama 2017, volume produksi rokok turun hampir 6 persen dibandingkan periode yang sama pada di 2016. Bahkan, industri yang selalu menjadi penyumbang utama penerimaan negara melalui cukai ini diperkirakan kembali tertekan pada 2018.

"Dalam Nota Keuangan RAPBN 2018, industri hasil tembakau diperkirakan mengalami penurunan produksi sebesar 3 persen, dari 331,7 miliar batang menjadi 321,9 miliar batang rokok. Sebelumnya, produksi rokok 2016 turun sebesar 1,8 persen atau setara dengan 6 miliar batang, menjadi 342 miliar batang," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (23/8/2017).

Dia menjelaskan, pada tahun- tahun sebelumnya, pemerintah juga selalu menaikkan tarif cukai rokok. Pada 2016, kenaikan tarif cukai mencapai 15 persen dan pada tahun ini sebesar 10,5 persen.

Moefti menambahkan, semakin mahal harga rokok legal karena kenaikan cukai yang tinggi, maka makin besar insentif produsen rokok ilegal untuk berkembang.

Rokok Ilegal

Studi Universitas Gajah Mada (UGM) pada 2016 menunjukan jika peredaran rokok ilegal mencapai sebesar 12,14 persen. Ini dinilai sangat besar bila dibandingkan dengan volume produksi rokok yang saat ini sekitar 342 miliar batang.

“Kenaikan cukai terlalu tinggi akan memicu maraknya perdagangan rokok illegal dan mempercepat kematian industri rokok nasional. Hal ini membahayakan penerimaan negara dari cukai dan kelangsungan usaha serta tenaga kerja di dalamnya. Pemerintah turut berkewajiban untuk bersama-sama menstabilkan industri hasil tembakau,” kata Moefti.

Oleh sebab itu, Moefti meminta pemerintah untuk tidak terus-menerus memberikan tekanan kepada industri hasil tembakau melalui kenaikan cukai. Sebab kenaikan target di 2018 yang sebesar 4,8 persen dinilai cukup berat di tengah menurunnya pertumbuhan industri hasil tembakau dalam beberapa tahun terakhir ini.

"Kami berharap kenaikan tarif cukai 2018 maksimum atau paling tinggi sama dengan kenaikan target penerimaan cukai seperti tercantum di RAPBN 2018, yaitu 4,8 persen. Jangan lagi ada beban tambahan bagi industri,” tandas dia.

Tonton video menarik berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.