Sukses

HEADLINE: Lowongan CPNS Dibuka Besar-besaran, Perlukah?

Kebijakan ini mengejutkan karena periode moratorium belum berakhir. Tak tanggung-tanggung, pemerintah menargetkan merekrut 17.928 PNS baru.

Liputan6.com, Jakarta - Raut muka Arnie (27) langsung sumringah usai membaca berita di sebuah situs. Dalam artikel tersebut tertulis bahwa pemerintah kembali membuka lowongan kerja bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di 2017.

Menjadi PNS sudah menjadi cita-cita wanita berkacamata ini. Sejak lulus kuliah lima tahun lalu, dia selalu mendaftar jika ada pembukaan lamaran CPNS. Sayangnya, keberuntungan belum kunjung menghampiri. 

Malangnya lagi, sejak 2015 lalu pemerintah menerapkan kebijakan moratorium dan menghentikan sementara penerimaan PNS. Diputuskan, moratorium dijalankan hingga 2018 nanti.

Pemerintah tak secara total menghentikan rekrutmen. Ada beberapa kategori khusus yang masih tetap dibuka, yakni: Guru Garis Depan (GGD), Penyuluh Pertanian, Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT), Bidan PTT, Penjaga Lapas, Petugas Imigrasi dan Calon Hakim.

Namun, kategori di atas tidak sesuai dengan latar pendidikan Arnie yang seorang sarjana komunikasi. Ia berharap, dalam pembukaan lowongan kerja PNS sekarang ada kebutuhan untuk lulusan S1 komunikasi.

Di awal September ini, pemerintah kembali membuka keran penerimaan CPNS untuk 60 kementerian dan lembaga, serta satu pemerintah provinsi, yaitu Kalimantan Utara. Tak tanggung-tanggung, pemerintah menargetkan merekrut 17.928 PNS baru.

"Rinciannya, formasi untuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara sebanyak 500 CPNS, sedangkan jumlah lowongan CPNS untuk kementerian dan lembaga mencapai 17.428 orang,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur, Selasa kemarin.

Asman menjelaskan, penerimaan CPNS baru ini dijalankan untuk memenuhi kebutuhan pegawai untuk mengisi jabatan-jabatan strategis untuk mengawal program Nawacita Presiden Jokowi, sebagai pengganti PNS yang pensiun, serta karena adanya peningkatan beban kerja pada kementerian dan lembaga bersangkutan.

Alokasinya adalah untuk para sarjana lulusan terbaik sebanyak 1.850 kursi, penyandang disabilitas 166 kursi, serta putra-putri Papua dan Papua Barat 196 kursi.

 

Kebijakan membuka lowongan CPNS secara besar-besaran ini mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, masa moratorium belum berakhir. Penghentian sementara rekrutmen PNS mestinya berlanjut sampai tahun depan dan baru akan dibuka kembali pada 2019 mendatang.

Saat menetapkan kebijakan moratorium, Menteri PANRB saat itu, Yuddy Chrisnandi, menyatakan alasannya adalah agar anggaran negara bisa dihemat. Maklum, jumlah PNS pada 2015 lalu sudah mencapai 4,7 juta orang. 

Menurut data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, anggaran pemerintah untuk membayar gaji PNS pusat dan daerah meningkat pesat setiap tahun, termasuk di era pemerintahan Jokowi.

Saat ini, total jumlah PNS pusat dan daerah mencapai 4,3 juta orang--terdiri dari PNS pusat sebanyak 900 ribu orang dan PNS daerah mencapai 3,4 juta orang.

Anggaran belanja pegawai PNS pusat di tahun 2014 mencapai Rp 243,7 triliun. Angka tersebut menggelembung Rp 38 triliun di tahun berikutnya menjadi Rp 281,1 triliun.

Pada 2016, anggaran untuk membayar gaji dan juga tunjangan PNS pusat mencapai 305,1 triliun dan untuk tahun ini naik kurang lebih Rp 35 triliun ke angka Rp 340,4 triliun.

Itu baru pemerintah pusat dan belum menghitung pemerintah daerah. Pada 2017 ini belanja pegawai provinsi mencapai Rp 35,12 triliun, pegawai kabupaten atau kota sebesar 164 triliun.

Jadi, total belanja pegawai pemerintah pusat dan daerah pada 2017 mencapai Rp 540,04 triliun.

Jika dibandingkan dengan total belanja negara di tahun 2017 sebesar Rp 2.133,2 triliun, porsi belanja pegawai ini mencapai 25 persen. Jelas, jumlah yang tak sedikit.

Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan menjelaskan, rekrutmen PNS besar-besaran ini sebenarnya tidak melanggar moratorium. Ia menjelaskan, yang dituju oleh kebijakan moratorium PNS adalah pos-pos umum, seperti jabatan administrasi.

"Moratorium itu tetap ada untuk formasi umum. Dari jumlah PNS kita, sekitar 64 persen adalah tenaga administrasi. Yang ini akan dikurangi Pak Menteri PANRB," Ridwan menjelaskan kepada Liputan6.com.

Adapun cara yang ditempuh pemerintah untuk mengurangi jumlah tenaga administrasi tersebut, adalah dengan membiarkan mereka pensiun dan tidak melakukan rekrutmen untuk menggantikannya. Dengan demikian, dipastikan Ridwan tidak akan ada langkah pemberhentian oleh pemerintah.

Dijelaskan Ridwan, saat ini pihaknya sudah menerapkan sistem minus growth untuk beberapa instansi. "Jadi ada beberapa instansi yang PNS-nya pensiun misalnya 10 orang, kita cuma kasih delapan orang untuk dibuka rekrutmennya." 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sudah Ideal?

Total jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai lebih dari 255 juta jiwa. Dalam hitungan Kementerian PANRB, dengan demikian, maka setiap 2 PNS melayani sekitar 100 penduduk. Rasionya hanya sekitar 1,7 persen.

Ridwan tak bisa menilai apakah rasio tersebut ideal atau tidak. "Jadi tidak ada indikator ini ideal atau belum. Yang bisa kita katakan hanya efisien tidaknya PNS itu melayani masyarakat."

Jika melihat data, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, rasio jumlah PNS dan penduduk di Indonesia jatuh di posisi tengah.

Data BKN menunjukkan di Malaysia, dengan jumlah penduduk sekitar 33 juta orang, jumlah PNS mencapai 1,2 juta orang atau sekitar 3,6 persen. Dengan kata lain, 3-4 PNS melayani 100 penduduk. Rasio PNS Malaysia merupakan yang tertinggi kedua di ASEAN.

Peringkat pertama ditempati oleh Brunei Darussalam. Di sana jumlah PNS yang dimiliki mencapai 12 persen dari jumlah penduduk. Dengan demikian, setiap 12 PNS bekerja untuk 100 warga.

Di Laos yang berpenduduk 7 juta orang, 2,59 persen atau 182 ribu orang menjadi PNS. Itu berarti setiap 2-3 PNS memiliki kewajiban melayani 100 penduduk.

Sementara negara yang memiliki rasio PNS yang lebih rendah dari Indonesia adalah Thailand, dengan hanya sekitar 0,55 persen dari jumlah penduduknya. Yang paling rendah di kawasan ASEAN adalah Vietnam dengan hanya 0,31 persen.

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menilai jumlah PNS di Indonesia sangat tidak memadai. Setidaknya, rasio PNS harus menyamai Malaysia.

Komisioner KASN, Irham Dilmy, menuturkan moratorium telah menyusutkan jumlah PNS. Di periode 2016-2017, jumlah PNS yang pensiun mencapai lebih dari 200 ribu orang. Jumlah PNS dari semula 4,5 juta lebih, telah terpangkas menjadi tinggal 4,3 juta orang.

Menurut teori ilmu administrasi negara yang sudah diterima secara luas di dunia, untuk dapat memberikan pelayanan publik yang memadai, jumlah PNS sedikitnya mencapai 2 persen dari populasi.

"Walaupun sudah ada 4,3 juta PNS, tapi dibanding jumlah penduduk dan luasan daerah, jumlah itu belum memadai karena baru 1,7 persen dari total populasi. Parahnya lagi, distribusi PNS kurang merata," Irham menerangkan.

Dengan kata lain, Irham menambahkan, Indonesia harus memiliki minimal 5,3 juta PNS.

"PNS Singapura sudah 2,2 persen dari jumlah penduduknya. Padahal penggunaan teknologi informasi di sana sudah banyak. Harusnya jumlah PNS berkurang, tapi ini malah lebih banyak. Prosentase jumlah PNS di Thailand sudah lebih dari 3 persen," kata Irham. "Tapi ini kan tergantung kapasitas fiskal. Wong sekarang dengan 4,3 juta PNS saja sudah menghabiskan sekitar Rp 780-790 triliun, buat bayar gaji dan uang pensiun PNS."

3 dari 3 halaman

Kualitas PNS Dikeluhkan

Di luar soal kebutuhan rekrutmen PNS itu, Komisi Aparatur Sipil Negara mengeluhkan kinerja banyak PNS di Indonesia. Dengan anggaran ratusan triliun rupiah--dan terus meningkat setiap tahunnya--kualitas PNS dinilai tidak semakin membaik.

Irham mencontohkan banyak kualitas siswa tamatan SD hasil didikan guru-guru berstatus PNS masih membuat miris. "Kualitas hasil lulusan SD di Indonesia masih sama dengan negara Angola di Afrika."

Tak heran jika Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia di 2016 bercokol di peringkat 113 dari 188 negara di dunia. Peringkat tersebut melorot dari posisi sebelumnya 110.

"Dengan harga segitu mahal kita bayar PNS, tidak bertambah baik. Lemes lihatnya. Masa IPM kita di peringkat segitu..."

(kd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.