Sukses

BI Ancam Pidanakan Oknum yang Sengaja Gesek Ganda

Aprindo mengaku ada beberapa anggota yang menggunakan metode gesek kartu di mesin kasir, tapi jumlahnya tidak banyak.

Liputan6.com, Bengkulu - Bank Indonesia (BI) secara tegas akan melaporkan pihak yang melakukan gesek ganda atau gesek dua kali (double swipe) kartu kredit atau kartu debit kepada aparat penegak hukum. Sebab penggesekan kartu kredit atau kartu debit ke mesin kasir rawan kebocoran data.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bengkulu Endang Kurnia Saputra mengatakan, pelarangan gesek ganda ini bertujuan untuk melindungi data masyarakat pemegang kartu kredit bisa saja digunakan untuk kepentingan yang merugikan pemegang kartu kredit. Bank Indonesia hanya memperbolehkan pihak yang menerima penbayaran hanya melakukan  gesek satu kali saja di mesin electronic data capture (EDC).

"Satu kali gesek saja di mesin EDC, tidak boleh digesek lagi pada mesin Cash Register," tegas Endang seperti dikutip (15/9/2017).

Larangan penggesekan ganda terhadap kartu non tunai ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 18/40/PBI/2016 tentang penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran.

Pada Pasal 34 huruf b disebutkan bahwa Bank Indonesia melarang penyelenggara jasa sistem pembayaran menyalahgunakan data dan informasi nasabah maupun data transaksi pembayaran selain untuk tujuan transaksi pemrosesan pembayaran.

Masyarakat pengguna kartu kredit diminta untuk berani menolak jika pihak kasir yang menerima pembayaran ingin melakukan gesek ganda. Jika alasan mesin Cash Register tidak bisa terbuka jika tidak digesek di mesin itu, sebaiknya disampaikan untuk mengetik saja nomor kartu pada mesin tanpa harus digesek.

"Tidak ada alasan mereka memaksa untuk melakukan double swipe, laporkan kepada kami jika mereka ngotot, kami akan pidanakan," lanjut Endang.

Data yang tersalin dalam proses gesek ganda itu bisa saja digunakan untuk melakukan kejahatan perbankan. Dampaknya tentu saja akan muncul tagihan ganda atau membengkaknya tagihan nasabah jika ada oknum yang membocorkan data tersebut kepada pihak pihak yang tidak bertanggung jawab.

Undang undang nomor 10 tahun 1992 tetang perbankan juga menyebut ancaman bagi oknum yang menyalah gunakan data nasabah itu dengan pidana penjara dan denda maksimal sebesar Rp 10 miliar.

"Kami akan kumpulkan semua pihak yang menggunakan layanan ini dan jika masih melanggar, kami akan tindak secara kelembagaan," kata Endang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kata peritel

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menegaskan, metode pembayaran nontunai baik kartu kredit dan debit tidak ada pembocoran data. Ada beberapa anggotanya menggunakan metode gesek ganda atau double swipe di mesin kasir.

Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengaku, memang ada beberapa anggota yang menggunakan metode tersebut, tapi jumlahnya tidak banyak.

Roy menerangkan, pada transaksi nontunai, kartu debit atau kredit konsumen digesekkan pada mesin electronic data capture (EDC). Penggesekan ini untuk kepentingan pendataan bank.

"Karena bank akan mendebit kalau dia kartu debit, atau mengenakan biayanya kalau itu kartu kredit mengurangi pagu kartu kredit," kata dia Rabu lalu.

Lalu, dia menuturkan, ritel juga membutuhkan pencatatan transaksi pada kartu debit atau kredit tersebut. Tujuannya, untuk memvalidasi terjadinya transaksi. Untuk memvalidasi transaksi ini, penjaga kasir akan memasukkan nomor kartu sebagai bukti adanya transaksi.

"Bagaimana validasi yang dilakukan pelaku usaha ritel, setelah urusan bank di EDC, ini yang disebut validasi. Setiap kasir akan memasukkan nomor kartu kartu atau debit customer. Kenapa mesti dimasukkan? Kalau enggak dilakukan berarti transaksinya adalah cash. Kasir harus mempertanggungjawabkan bentuk transaksinya debit atau kredit," jelas dia.

Padahal, dengan cara mengetik angka satu per satu angka tersebut membutuhkan waktu lama. Karena itu, pelaku ritel menggunakan teknologi dengan cara gesek atau swipe.

"Oleh karena itu, ada pemikiran menyerap teknologi yang memakai swipe itu untuk tidak masuk satu per satu," tukas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.