Sukses

Pengetatan Aturan Bea Impor Berdampak ke Bisnis Jastip

Pengetatan aturan bea masuk oleh kepabeanan sangat berdampak bagi banyak masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pengetatan aturan batas harga barang yang dikenai bea masuk oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berdampak ke bisnis jasa titip barang dari luar negeri.

Aturan ini membuat rugi dan memberatkan pengusaha jastip. "Sekarang jadi sulit melakukan bisnis jasa titip lagi. Kalau dulu bisa mudah dan masih bisa untuk dapat free shipping, tapi kalau sekarang udah enggak bisa dan harus bayar sekitar dua kali lipat," kata Fitri, di Jakarta, Jumat (21/9/2017).

Menurut Fitri, kebijakan baru ini sungguh memberatkannya dan para pebisnis jasa titip lainnya. Alhasil, mereka kini memilih berhenti sementara untuk memasukkan barang dari luar negeri dan menahan jual stok barang impornya hingga batas waktu yang tak dapat ditentukan.

"Iya sekarang milih berhenti dulu sampai enggak tahu kapan. Barang-barang yang sebelumnya saja, masih numpuk di Bea Cukai Indonesia dari bulan Juli. Daripada menunggu waktu lebih lama dan takut membuat konsumen kecewa, jadi saya lebih pilih untuk tarik kembali barang dan memberi refund bagi para pelanggan. Menurut saya itu solusi terbaik saat ini," tutur dia.

Sebelumnya, Bea Cukai Indonesia telah menerbitkan aturan baru terkait
impor barang kiriman. Batas harga barang yang dikenai bea masuk ialah
US$ 250 untuk personal dan US$ 1.000 untuk keluarga.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kebijakan Impor Baru

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Heru Pambudi menerangkan, batas harga barang yang dikenai bea masuk ialah US$ 250 atau sekitar Rp 3,31 juta (asumsi kurs Rp 13.252 per dolar Amerika Serikat) untuk personal dan US$ 1.000 atau sekitar Rp 13,25 juta untuk keluarga.

"Yang dipungut adalah dia beli dari luar negeri dan nilainya di atas dari threshold-nya. Untuk personalnya itu US$ 250, kalau keluarga US$ 1.000. Ketentuannya ini lama sudah beberapa tahun lalu," jelasnya.

Namun begitu, Heru menegaskan, bea masuk itu tidak dibayarkan petugas. Dia menuturkan, bea itu dibayarkan melalui mesin electronic data capture (EDC).

"Jangan lupa pembayaran bukan petugas, tapi EDC. Kalau dia bayar bukan cash tapi EDC," ujar dia.

Dia menuturkan, dengan begitu masyarakat tak perlu khawatir. Lantaran, pungutan itu langsung masuk ke kas negara.

"Jadi sebenarnya masyarakat tidak perlu khawatir pajak ke mana karena lari kas negara," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini