Sukses

Pengusaha Khawatir Aturan Ini Buka Ekspor Bahan Baku Rotan

Pengusaha mebel meminta Kemendag klarifikasi ketentuan Permendag Nomor 38 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha mebel dan kerajinan rotan dalam negeri meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklarifikasi ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 38 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.

Lantaran dengan ada peraturan ini, produk kerajinan rotan dapat eksp‎or ke negara lain tanpa melalui verifikasi. Akibatnya, peluang ini justru banyak dimanfaatkan untuk mengekspor bahan baku rotan, bukan produk jadi.

Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Soenoto menyatakan, ‎terbitnya Permendag 38/2017 membuat industri kerajinan rotan dalam negeri khawatir. Sebab, ekspor produk kerajinan yang tanpa disertai dengan verifikasi akan membuka celah bagi oknum eksportir nakal untuk menjua bahan baku rotan ke negara lain.

"Ada beberapa sisi yang dikhawatirkan yaitu perbolehkan ekspor barang jadi ini tanpa verifikasi, dikhawatirkan yang diekspor bahan baku. Contohnya produk keranjang dari rotan diubet-ubet (dililit), itu sampai negara tujuan bisa dibuka lagi (lilitannya) dan itu jadi bahan baku lagi," ujar dia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (19/9/2017).

Soenoto menyatakan, ekspor bahan baku rotan yang dilakukan oleh oknum importir dan dilakukan secara ilegal bertentangan dengan semangat pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Sedangkan industri yang tergabung dalam HIMKI mengolah bahan baku dan mengekspornya dalam bentuk barang jadi ke negara lain.

"Pemerintah ini semangatnya added value. Kalau ada bahan baku langsung diekspor semangatnya bertentangan. Saya khawatir ini (Permenda 38/2017) jadi suatu skenario (pihak) yang dari dulu ingin keluarkan (ekspor) bahan baku rotan," ungkap dia.

Oleh sebab itu, Soenoto meminta Kemendag untuk segera mengklarifikasi isi Permendag 38/2017 tersebut. Sebab, dengan adanya Permendag ini, bukan berarti ekspor bahan baku rotan kembali dibuka.

"Kami minta Menteri Perdagangan untuk mengklarifikasi bahwa bukan berarti adanya Permendag itu larangan ekspor bahan baku rotan kembali dicabut.‎ HIMKI akan meminta bertemu Mendag, karena Presiden dari awal setuju bahwa semangat kita adalah added value," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Industri Kerajinan Keluhkan Kelangkaan Bahan Baku Rotan

Pengusaha mebel dan kerajinan rotan mengeluhkan kelangkaan bahan baku rotan sejak 1 tahun terakhir. Kelangkaan tersebut disinyalir akibat banyaknya ekspor bahan baku rotan secara ilegal ke negara tetangga Indonesia, seperti Singapura.

Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Soenoto menyatakan, dari sekitar 40 ribu-60 ribu ton kebutuhan bahan baku rotan di dalam negeri, saat ini yang tersedia hanya 30 persennya saja. Sementara 70 persennya hilang dan diperkirakan diekspor secara ilegal ke negara lain.

"Padahal Indonesia ini memiliki 85 persen bahan baku rotan dunia, tapi sejak 1 tahun lalu kita krisis. Ini langka karena ekspor ilegal, karena tidak mungkin dulu mudah (mendapatkan rotan), kok tiba-tiba hilang," ujar dia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa 19 September 2017.

Sementara itu, berdasarkan data UN Comtrade, sejak 5 tahun terakhir, Singapura tercatat sebagai eksportir nomor 1 untuk bahan baku rotan. Padahal, negara tersebut tidak memiliki wilayah hutan yang mampu memproduksi bahan baku rotan.

"Kita memiliki banyak jalan tikus (untuk ekspor ilegal) seperti Entikong, yang paling besar jalan tikus ke Singapura. Mereka enggak punya hutan kok bisa ekspor rotan, kecuali kalau rakyat Singapura disuruh menanam rotan semua," kata dia.

Oleh sebab itu, HIMKI meminta pemerintah untuk melakukan investigasi terhadap kelangkaan bahan baku rotan. Sebab jika tidak, industri kerajinan dalam negeri akan semakin sulit untuk terus berproduksi.

"Kami meminta pemerintah untuk melakukan investigasi mencari penyebab. Kami minta dengarkan suara kami, yang merupakan orang-orang yang bergerak di hilir, yang ciptakan added value," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.