Sukses

Perbankan Harus Segera Turunkan Bunga Kredit

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan pada pekan lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI) 7-day reverse repo rate sebesar 25 basis poin (bps) dalam Rapat Dewan Gubernur (BI) yang digelar pada 20 dan 22 Agustus 2017.

Dengan demikian, suku bunga acuan BI berada di level 4,25 persen. Dengan rincian, suku bunga deposit facility berada di level 3,5 persen dan lending facility di level 5 persen.

Ekonom dari Ekonomi Action Indonesia (Econact) Ronny P Sasmita mengaku apa yang sudah dilakukan bank sentral tersebut harus diikuti penurunan bunga, terutama bunga kredit perbankan.

"Harapannya ke depan, penurunan suku bunga acuan dapat memperkuat intermediasi perbankan sehingga memperkokoh stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (26/9/2017).

Selama ini, perbankan selalu lamban merespons penurunan suku bunga acuan. Perbankan umumnya langsung reaktif dengan menurunkan suku bunga simpanan. Namun, giliran menurunkan suku bunga kredit, perbankan terlihat kaku dan butuh jeda waktu lama dengan segudang alasan.

"Itulah keanehan yang terjadi selama ini. Dengan kata lain, transmisi kebijakan moneter kurang bisa diterjemahkan oleh kalangan perbankan," tambahnya.

Baginya, hal ini diperburuk dengan dimana bank sentral terlihat kurang berdaya untuk mendobrak kebuntuan transmisi kebijakan moneter. Karena yang berlaku adalah mekanisme pasar, maka otoritas moneter tidak dapat memaksa bank untuk memangkas suku bunga kredit.

Meski demikian, Ronny berharap agar perbankan dapat menurunkan suku bunga kredit yang saat ini masih dua digit. Penurunan tentunya tidak harus menggerus dan mengorbankan margin yang mereka peroleh, tapi juga dapat disiasati dengan efisiensi.

"Bahkan, perbankan dapat pula menggenjot pendapatan dari fee based income. Sehingga pelonggaran moneter oleh bank sentral yang diikuti penurunan suku bunga oleh perbankan mampu mengakselerasi perekonomian yang saat ini pertumbuhannya lamban," ujar dia.

Karena menurut Ronny, mau tidak mau, dalam kondisi dunia usaha dan sektor riil yang terpukul seperti sekarang, pelonggaran kebijakan moneter sangat dibutuhkan. Sehingga selanjutnya giliran pemerintah untuk mengekspansi kebijakan fiskal sebagai tindaklanjutnya.

"Sebab, belakangan ini yang terjadi justru kebijakan moneter dan fiskal sama-sama ketat. Semestinya pemerintah agresif memberikan stimulus, antara lain lewat berbagai insentif pajak, untuk menggairahkan dunia usaha," tutup dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

BI rate

Untuk diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan. Langkah bank sentral memangkas suku bunga acuan ini konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Dody Budi Waluyo menjelaskan, Dewan Gubernur memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin dari 4,5 persen menjadi 4,25 persen, dengan suku bunga Deposit Facility turun 25 basis poin menjadi 3,50 persen dan Lending Facility turun 25 basis poinmenjadi 5 persen. Keputusan ini berlaku efektif sejak 25 September 2017.

"Kebijakan penurunan suku bunga ini konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi tahun 2017 dan 2018," jelas dia di gedung BI, Jakarta, (22/9/2017).

Dody melanjutkan, prospek perekonomian global diperkirakan semakin membaik terutama di negara maju. Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan lebih tinggi sejalan dengan perbaikan permintaan domestik. Demikian pula, pertumbuhan ekonomi di Eropa membaik seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan penurunan ketidakpastian sektor keuangan. Di

Negara berkembang, perekonomian China diperkirakan tumbuh lebih baik didukung oleh konsumsi yang kuat dan penyaluran kredit yang meningkat. Peningkatan pertumbuhan di China diperkirakan dapat mengkompensasi penurunan pertumbuhan di India.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.