Sukses

Ekonom: Beli Senjata Pakai Utang, Pemerintah Tak Punya Pilihan

Kebutuhan mendesak Indonesia saat ini adalah memperkuat bidang pertahanan dan keamanan nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menggunakan pinjaman dalam maupun luar negeri merupakan satu-satunya jalan yang harus ditempuh ketika pendapatan negara sudah pas-pasan mendanai berbagai program prioritas. Salah satunya pembangunan infrastruktur yang menyedot Rp 409 triliun.

Ekonom sekaligus Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto menilai, pemerintah mempunyai dua pilihan mengenai pembangunan infrastruktur secara masif, serta memperkuat bidang pertahanan dan keamanan (hankam) nasional.

"Kalau (beli alutsista) tanpa utang bisa, tapi pembangunan infrastruktur dikurangi. Utang terjadi karena hankam mau kuat, tapi infrastruktur juga besar-besaran dibangun, akhirnya membengkak," kata Eko saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (26/9/2017).

Dia menilai, pembangunan infrastruktur tergolong kebutuhan mendesak. Namun jika ada yang bisa ditunda alias sulit untuk dieksekusi, maka anggaran infrastruktur tersebut bisa dialihkan untuk pengadaan alat-alat pertahanan dan keamanan, sehingga pemerintah tak perlu berutang.

"Sebenarnya sih manajemen fiskalnya ya. Tapi kan problemnya hankam mau kuat, dan bangun infrastruktur secara masif, jadi terpaksa utang. Memang utang ini harus dikurangi," Eko menjelaskan.

Eko lebih jauh menilai, selain infrastruktur, kebutuhan mendesak Indonesia saat ini adalah memperkuat bidang pertahanan dan keamanan nasional. Dengan wilayah yang sangat luas, Indonesia memerlukan sarana dan prasarana untuk menunjang keamanan dan kedaulatan negara ini.

"Jadi memperkuat hankam itu urgent, perlu sekali untuk menjaga wilayah kita yang sangat luas. Termasuk mendukung industri hamkam nasional sehingga kita jadi bangsa yang mandiri. Apalagi ada Pilkada dan Pemilu di 2018-2019, sehingga permintaan terhadap pengamanan akan meningkat," terangnya.

Dengan demikian, Eko menegaskan tidak masalah berutang untuk membeli alutsista, asalkan harus jelas dan terukur. Supaya APBN tetap sehat yang dilihat dari level defisit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terkendali.

"Kalaupun harus utang, tapi yang terukur, dibatasi. Kalau tidak, defisit bakal membengkak," sarannya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dominasi alutsista

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyatakan, utang dari pinjaman dalam negeri dan luar negeri di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 akan didominasi untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista). Nilainya mencapai belasan triliun rupiah.

Direktur Jenderal (Dirjen) PPR Kemenkeu mengungkapkan, Robert Pakpahan mengungkapkan, pemerintah berencana menarik utang sebesar Rp 399,2 triliun pada tahun depan. Sumbernya berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 414,7 triliun dan pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun.

"Di RAPBN 2018, pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun. Itu artinya, kita lebih banyak membayar pokok pinjaman dari pada mengambil pinjaman baru," kata Robert di Gedung DPR, pada 11 September lalu.

Robert lebih jauh merinci asal usul pinjaman negatif Rp 15,5 triliun di 2018, terdiri dari pinjaman dalam negeri (netto) sebesar Rp 3,1 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar negatif Rp 18,6 triliun.

"Untuk pinjaman luar negeri jumlahnya negatif Rp 18,6 triliun, artinya penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp 51,5 triliun, sementara pembayaran cicilan pokok utang Rp 70,1 triliun. Untuk penarikan pinjaman Rp 51,5 triliun, terdiri dari pinjaman tunai Rp 13,5 triliun dan pinjaman kegiatan proyek Rp 38 triliun," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.