Sukses

Berapa Kenaikan Batas Bebas Bea Masuk Oleh-Oleh dari Luar Negeri?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan tengah mengkaji kenaikan batas maksimal pembebasan bea masuk atas barang impor

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan tengah mengkaji kenaikan batas maksimal pembebasan bea masuk atas barang impor yang dibawa penumpang. Pemerintah akan mempertimbangkan berbagai masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

"Kajian memang ada, kita lihat dampaknya apa kalau dinaikkan atau dikurangi, atau didiskon. Kita bikin simulasinya," Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan, Nasruddin Djoko Surjono di Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Djoko mengaku, DJBC mendengar masukan dari sejumlah pemangku kepentingan, seperti akademisi, masyarakat, dan industri. Pemerintah harus hati-hati dalam menetapkan besarannya, sehingga DJBC masih enggan menyampaikan besaran bebas bea masuk.

"Kalau kita naikkan terlalu tinggi sama saja kita fasilitasi pelancong tidak bayar pajak, tapi kalau kekecilan menekan pelancong. Jadi ini lagi dievaluasi belum berani menyampaikannya," ujarnya.

Begitupun dengan mata uang atau denominasi apakah masih akan menggunakan dolar AS atau rupiah. Namun sinyalnya tetap dolar AS, mengingat jika disesuaikan ke mata uang rupiah, maka harus dilakukan evaluasi setiap tahun sesuai inflasi.

"Kayak di Filipina dinaikkan dari 10 peso ke 10 ribu peso, itu setara dengan US$ 200. Pakai mata uang negaranya, dan mereka mengevaluasi setiap tahun. Begitupun kalau kita pakai rupiah, harus dievaluasi setiap tahun sesuai inflasi," dia menerangkan.

Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Indonesia, Herman Juwono mengusulkan kenaikan batas maksimal pembebasan bea masuk barang belanjaan penumpang sebesar US$ 500 per orang atau US$ 2.000 per keluarga.

"Sebesar US$ 250 hari gini buat beli apa sih, dapat permen doang. Naikkan minimal 2 kali lipat jadi US$ 500 per orang. Tapi itu nanti tidak apa, setelah sosialisasi PMK 188/2010 secara masif dan penegakkan hukum berjalan untuk meningkatkan penerimaan negara," katanya.

Sementara itu, Pengamat Pajak sekaligus Deputi Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Ruben Hutabarat yang mengusulkan kenaikan 10 kali lipat atas batas bea masuk barang impor yang dibawa penumpang dari luar negeri.

"CITA usulkan naik 10 kali lipat untuk batas bebas bea masuk pribadi maupun keluarga. Kita usulkan segitu bukan tanpa alasan, ada dasar pertimbangannya," ujarnya.

Ruben menuturkan, alasan pertama karena batasan itu dianggap tidak akan mengganggu signifikan penerimaan negara dari pos bea masuk. Porsi atau kontribusi BM terhadap penerimaan negara hanya 2 persen, termasuk di daerah perbatasan.

"Jadi kalau dinaikkan 10 kali lipat pun tidak terlalu mengganggu penerimaan negara," ucapnya.

Kedua, sambungnya, penyesuaian batas bebas bea masuk 10 kali lipat tidak akan serta merta membanjiri Indonesia dengan produk-produk impor. Dia mengatakan, penumpang pun saat memborong barang dari luar negeri harus menghitung biaya tambahan bagasi pesawat yang lebih mahal, mempertimbangkan untung rugi.

"Jadi kalau dinaikkan tidak ada kekhawatiran banjir impor secara mendadak. Untuk industri dalam negeri pun tidak akan terganggu, karena biasanya barang-barang yang dibawa traveler dari luar negeri merupakan barang mewah yang substitusinya jarang di Indonesia," kata Ruben.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini