Sukses

Penambang di Wilayah Ini Tinggalkan Merkuri demi Jaga Lingkungan

Indonesia sudah memastikan sikap terhadap penggunaan merkuri ini melalui ratifikasi Konvensi Minamata di Jenewa.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus berupaya menyadarkan bahaya penggunaan merkuri terutama di pertambangan. Masyarakat pun mulai sadar dan mengikuti permintaan pemerintah, salah satunya penambang tradisional di Poboya, Palu.

Masyarakat di sekitar wilayah ini mengaku jika kini mulai meninggalkan penggunaan merkuri yang berakibat buruk pada kesehatan dan lingkungan dalam jangka panjang. Langkah ini membuat mutu air menjadi lebih baik.

Tokoh adat masyarakat Poboya, Adzis Lamureke mengaku jika masyarakat penambang tradisional di Pobaya saat ini telah meninggalkan kebiasaan penggunaan merkuri saat menambang emas.

Kesadaran masyarakat, merupakan hasil dari sosialisasi panjang dan terus-menerus yang dilakukan sejak 2016 oleh berbagai pihak, diantaranya pemda, kepolisian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan lainnya. 

“Sekarang sudah kita tinggalkan. Kita sadarkan bahwa kita sendirilah yang harus menjaga lingkungan kita sendiri,” tutur dia dalam keteranganya,  Selasa (2/10/2017).

Dia menampik isu yang menyebutkan warga di Poboya masih menggunakan merkuri saat menambang, sehingga ada pencemaran air. “Kita sepakat menjaga kelestarian lingkungan kita dan menjaga mata pencaharian kita berkesinambungan,” tegasnya.

Indonesia sudah memastikan sikap terhadap penggunaan merkuri ini melalui ratifikasi Konvensi Minamata di Jenewa. Indonesia resmi meratifikasi konvensi ini melalui UU Nomor 11/2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury.

Penyerahan naskah ratifikasi dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada kesekjenan PBB pada 22 September 2017.

Ada beberapa ukuran ambang batas terhadap merkuri, ditetapkan beberapa badan dan negara. Food and Drugs Administration (FDA) Amerika menetapkan ambang batas kandungan merkuri maksimum 0,0005 ppm untuk air dan 0,5 ppm untuk makanan.

Badan dunia World Health Organisasion (WHO) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah yaitu 0,0001 ppm untuk air.

Sementara, Jepang, Swiss,Swedia menetapkan ambang batas kadar 1 ppm produk laut yang boleh dikonsumsi. Lain halnya dengan Jerman dan Amerika Serikat yang menetapkan batas lebih tinggi, yakni 0,5 ppm (mg/kg).

Indonesia juga memiliki standar batas ini. Lewat KEK-02/MENKLH/1/1998 ditetapkan baku mutu air untuk golongan A dan B kandungan merkuri maksimum yang dianjurkan adalah 0,005 ppm. Dan, maksimum yang diperbolehkan sebesar 0,001 ppm.

Tonton Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.