Sukses

Deteksi Aksi Bongkar Muat Ikan Ilegal, RI Gandeng Australia

Salah satu lautan di Indonesia yang menjadi titik panas IUU Fishing di Indonesia adalah Laut Arafura.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama dengan Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia membahas cara mendeteksi bongkar muat ikan di tengah laut (transshipment) dan pendaratan kapal secara ilegal.

Staf Ahli Menteri Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut Aryo Hanggono mengatakan, isu Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang terjadi di Indonesia telah menjadi isu global. Ini mengingat Indonesia adalah penghasil tangkapan ikan ketiga terbesar di dunia dengan pasar ekspor utama Asia dan Amerika Serikat.

"Pada 2006 diperkirakan Indonesia mengalami kerugian hingga US$ 2 miliar, di mana tangkapan ilegal mencapai 1,5 kali jumlah tangkapan legal," kata Aryo, di Jakarta, Sabtu (21/10/2017).

Menurutnya, salah satu lautan di Indonesia yang menjadi titik panas IUU Fishing di Indonesia adalah Laut Arafura. Lautan tersebut merupakan golden fishing zone di Indonesia, ikan bisa ditangkap sepanjang tahun tanpa ada musiman.

"Yang kedua Indian Ocean itu harus dipantau bersama antara Indonesia dan Australia karena laut itu sangat luas. Oleh karena itu, sebaiknya tools (teknologi monitoring) ini dapat digunakan bersama,” terang Aryo.

IUU Fishing bukan hanya menjadi musuh Indonesia, melainkan juga telah menjadi musuh dunia. Hasil studi Agnew et al pada 2009 menunjukkan total nilai kerugian akibat kegiatan IUU Fishing saat ini di seluruh dunia diperkirakan sebesar US$ 10 - 23,5 miliar per tahun.

Sementara itu, kerugian ekonomi nasional Indonesia mencapai 11-26 juta ton ikan per tahun, atau lebih dari 20 persen dari total produksi perikanan tangkap tahunan di seluruh dunia.

Tonton Video Pilihan Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Komitmen Australia

Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Bradley Armstrong menyatakan, Australia juga memiliki komitmen yang sama kuatnya dengan Indonesia dalam pemberantasan praktik IUU Fishing.

Sebab, tidak hanya IUU Fishing yang mengakibatkan banyak kerugian pendapatan, tetapi juga merusak habitat, menghabiskan persediaan ikan, dan merusak ketahanan pangan.

“Australia dan Indonesia berbagi kekhawatiran yang sama terkait masalah penangkapan ikan ilegal, yang tidak diatur dan tidak dilaporkan,” papar Armstrong.

Ada empat kunci untuk memperkuat pertarungan melawan IUU Fishing di tingkat global dan regional, yaitu perlu adanya strategi nasional yang jelas meliputi sistem e-monitoring, program pemantauan, sistem pemantauan kapal, dan melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk menjaga pasar, seperti melakukan tindakan penelusuran dan dokumentasi penangkapan.

Sehubungan dengan hal tersebut, saat ini Indonesia terus berupaya untuk mengintegrasikan data hasil pengawasan dari Vessel Monitoring System (VMS) dan Automatic Identification System (AlS), serta sistem radar satelit untuk selanjutnya dianalisis.

Diharapkan dengan integrasi tiga teknologi monitoring ini dapat memprediksi sistem penangkapan dan distribusi kegiatan IUU Fishing di dunia mendekati real time demi penegakan hukum dan terjaganya kedaulatan negara.

Negara juga terus menegakkan hukum secara tegas untuk memberikan yurisdiksi pada pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal. Namun, di samping itu, juga dibutuhkan dukungan dari hukum regional dan hukum internasional.

Dengan penandatanganan dan penerapan perjanjian pengelolaan dan konservasi perikanan internasional dan regional, negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dan Australia dapat memerangi illegal fishing dengan lebih efektif.

Perjuangan melawan praktik IUU Fishing juga perlu didukung oleh investasi dalam kemitraan internasional, seperti rencana aksi regional untuk mempromosikan praktik perikanan yang bertanggung jawab, dan kerja sama organisasi internasional seperti Interpol.

‎Indonesia dan Australia diharapkan mampu bertindak berdasarkan hukum nasional. Hal ini guna berbagi informasi intelijen untuk mengembangkan gambaran menyeluruh tentang titik-titik panas, regional dan global aktivitas IUU Fishing, serta membantu penyelidikan dan penuntutan kejahatan perikanan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.