Sukses

Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Lapor Masalah Defisit ke Wapres

BPJS Kesehatan berpotensi mengalami defisit pendanaan untuk pembayaran klaim peserta sebesar Rp 9 triliun pada tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Chairul Radjab Nasution, menyambangi kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Kedatangan Chairul Radjab Nasution ini untuk melaporkan masalah defisit di BPJS Kesehatan.

"Kami melaporkan secara konprehensif, mungkin kira-kira faktor defisit dan seterusnya, yang kami lihat selama ini dan tentunya kami memberikan masukan-masukan kepada bapak Wapres, fakta-fakta di lapangan yang kami temui, yang kami lihat. Nah tentunya ini nanti kita bersama-sama harus dapat menyelesaikan ini," kata Chairul di kantor Wapres Jakarta, Jumat (27/10/2017).

Faktor defisit ini sangat luas pengertiannya. Sehingga tidak hanya melihat angkanya saja dan apa yang harus dilakukan BPJS Kesehatan ke depan.

"Satu hal yang memang menjadi suatu pandangan tadi dari diskusi adalah di dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan ini, bapak Wapres memberi arahan bagaimana peran Pemda ini memang harus lebih ditingkatkan," ucap Chairul.

Sebelumnya disebutkan bahwa BPJS Kesehatan berpotensi mengalami defisit pendanaan untuk pembayaran klaim peserta sebesar Rp 9 triliun pada tahun ini. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kekurangan bayar iuran para pesertanya.

Direktur Kepatuhan Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan B‎ayu Wahyudi menjelaskan, dari perhitungan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) terdapat selisih pembayaran iuran sebesar Rp 13 ribu per peserta. Sedangkan jumlah peserta pada kategori tersebut mencapai 92,4 juta jiwa.

"Dari hasil perhitungan, PBI itu bayar Rp 23 ribu, harusnya dibayar Rp 36 ribu. Itu sudah selisih Rp 13 ribu. Bayangkan Rp 13 ribu dikali‎ 92,4 juta jiwa," ujar dia.

Selain itu, defisit tersebut juga disumbang oleh kekurangan bayar iuran peserta bukan penerima upah (PBPU). Selisih pembayaran iuran di kategori ini bahkan diperkirakan lebih besar lagi.

"Itu‎ dari selisih PBI, saja belum dari PBPU. Kelas I itu Rp 81 ribu per bulan, tetapi kelas II ini hanya Rp 51 ribu seharusnya (bayar) Rp 68 ribu, berarti selisih Rp 17 ribu. Kemudian kelas III yang seharusnya itu Rp 53 ribu hanya dibayar Rp 25.500," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak pengaruhi pelayanan

Chairul Radjab Nasution melanjutkan, defisit di BPJS Kesehatan tidak mempengaruhi pelayanan. Menurut dia, pemerintah masih membantu soal dana.

"Sebenarnya secara umum tidak. Sampai hari ini pemerintah masih mem-backup semua dana yah. Jadi sekarang ini berapa pun defisit, sekarang ini tetap didukung oleh pemerintah. Jadi artinya, konteks itu tidak ada," kata Chairul.

Mungkin yang jadi persoalan adalah ketika jumlah pasien yang mau dirawat di RS, tetapi kapasitasnya terbatas. Sehingga ada masalah. Namun, soal dana tidak mengalami gangguan.

"Nah ini yang mungkin timbul harus pindah. Tapi kalau dari sisi dana terus terang saja setiap tahun pemerintah menyelesaikan ini dengan baik. Jadi kalau ada kekurangan, terus diselesaikan," ungkap Chairul.

Dia juga mengklaim, tunggakan di daerah tak pernah terjadi. Karena selalu diurus dengan baik oleh BPJS Kesehatan.

"Jadi tidak ada sebenarnya hal-hal yang menjadi tunggakan di daerah. Dan itu selalu dibayar oleh BPJS kesehatan," tandas Chairul.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • BPJS Kesehatan merupakan salah satu badan hukum yang bertugas menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

    BPJS Kesehatan