Sukses

Ada BBM Satu Harga, ESDM Belum Beri Insentif bagi Pertamina

Pemerintah menyatakan program BBM satu harga bukan mengenai untung dan rugi tetapi menciptakan keadilan bagi masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, ‎dalam melaksanakan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga tidak ada perhitungan untung atau rugi. Lantaran program BBM satu harga tersebut merupakan upaya pemerintah memberikan rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Harya Adityawarman meng‎atakan, Kementerian ESDM respons cepat setelah ada instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait program BBM satu harga.

Langkahnya dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2016 sebagai acuan percepatan penerapan harga BBM satu harga dengan menugaskan PT Pertamina (Persero) dan badan usaha yang menyalurkan BBM penugasan.

Dalam melakukan tugas tersebut, seharusnya tidak ada perhitungan untung atau rugi. Lantaran program tersebut merupakan wujud dari keadilan pemerintah.‎

"Program BBM satu harga itu tidak terkait dengan untung dan rugi, tetapi ini betul-betul dalam rangka untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Harya, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (3/11/2017).

Harya menuturkan, dalam pelaksanaan program BBM satu‎ harga, pemerintah belum memberikan insentif untuk badan usaha yang mendapat penugasan. Namun, dia yakin badan usaha tersebut mampu menjalankan tugas tersebut.

"Sementara ini belum ada. Tapi bahwa pemerintah menugaskan kepada Pertamina itu sudah memperhitungkan sebagai BUMN itu musti bisa,‎" tutur Harya.

Untuk melaksanakan program BBM Satu Harga tersebut, Pemerintah akan membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sebanyak 157 unit dengan perincian, 150 unit akan dibangun oleh Pertamina dan 7 unit oleh badan usaha swasta.

Hingga saat ini telah terbangun 26 lembaga penyalur di lokasi-lokasi 3T (terisolir, terpencil dan terluar) dan akan terus dibangun hingga akhir tahun 2017 sebanyak 54 buah.

Program BBM satu harga selain untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia juga dimaksudkan untuk mendorong perkembangan perekonomian di daerah. Untuk mengawal program ini pemerintah menugaskan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) agar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan menerapkan sistem uji petik untuk mengawasi pendistribusiannya.

Sistem uji petik akan berlaku dalam Operasi Patuh Penyalur (OPP) yang sudah dimulai sejak bulan Oktober tahun ini dan efektif mulai Januari mendatang di seluruh wilayah Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemerintah Optimistis Lembaga Penyalur BBM Satu Harga Capai Target

Sebelumnya Pemerintah optimistis pembangunan lembaga penyalur resmi untuk melaksanakan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga atau program BBM satu harga, dapat terwujud sesuai dengan target tahun ini di 54 titik.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Harya Adityawarman mengatakan, ada 26 lembaga penyalur resmi yang beroperasi hingga 1 November 2017. Dari target 2017, ada 54 titik lembaga penyalur BBM satu harga.

"Kalau 2017 dari target 54 penyalur, sampai November ini beroperasi adalah 26 penyalur," kata Harya, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 3 November 2017.

Harya menuturkan, meski saat ini baru ada 26 lembaga penyalur yang sudah beroperasi, tetapi target pengoperasian lembaga penyalur 2017 akan tercapai. Hal tersebut berdasarkan kesanggupan ‎PT Pertamina (Persero), sebagai badan usaha yang mendapat penugasan melaksanakan BBM satu harga.

‎"Untuk 2017 masih tercapai. Itu Pertamina masih sanggup," tutur Harya.

Harya mengatakan, pembangunan lembaga penyalur BBM satu harga di wilayah ‎terluar, terdepan dan terpencil (3T) lebih sederhana, dari pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah reguler. Jadi waktu pembangunannya bisa jauh lebih cepat.

"Jangan bayangkan SPBU seperti di sini (perkotaan) kalau satu harga itu sangat sederhana tidak memakan waktu begitu lama," tutur Harya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.