Sukses

Cegah Banjir, China Bangun 30 Kota Spons Rp 162 Triliun

Proyek ini sedang dibangun di 30 kota, termasuk Shanghai, Wuhan, dan Xiamen.

Liputan6.com, Jakarta - Seperti halnya banyak tempat di dunia, pemerintah kota-kota di China pun dihadapkan pada permasalahan pelik untuk bisa menghalau banjir yang kerap terjadi. Semakin berkembangnya pembangunan urban membuat permasalahan banjir malah bertambah parah.

Dalam beberapa tahun terakhir, banjir bandang yang memakan korban sering terjadi. Jumlah kota di China yang terserang banjir juga naik dua kali lipat sejak 2008 seperti dilaporkan The Economist.

Untuk itu, pemerintah negeri Tirai Bambu ini pun memiliki solusi untuk menghalau permasalahan tersebut, yakni membangun Sponge Cities atau Kota Spons. Diinisiasikan pada 2015, proyek Kota Spons bertujuan untuk untuk menyerap air banjir.

Proyek ini sedang dibangun di 30 kota, termasuk Shanghai, Wuhan, dan Xiamen. Pada tahun 2020, China berharap bahwa 80% wilayah perkotaannya akan menyerap dan menggunakan kembali setidaknya 70 persen air hujan.

Nilai dari proyek ini pun cukup fantastis. Kota-kota yang akan dibangun Sponge Cities dilaporkan mendapat pembiayaan lebih dari US$ 12 miliar atau Rp 162 triliun, seperti dilansir dari Business Insider, Selasa (14/11/2017)

Dana ini bersumber dari pembiayaan pemerintah sebanyak 15-20 persen sementara sisanya dibiayai pemerintah kota dan pengembang swasta.

Lingang, sebuah kota yang direncanakan di distrik Pudong, Shanghai, berharap bisa menjadi kota spons terbesar di China. Seperti yang dicatat CNN, dalam dua tahun terakhir, pemerintah kota telah menghabiskan US$ 119 juta.

 

Uang tersebut digunakan untuk penanaman tanaman hijau di atas atap rumah, membangun lahan basah untuk penyimpanan air hujan, dan membangun jalan permeabel. Pada awal 2016, Shanghai mengumumkan pembangunan taman seluas 4,3 juta kaki persegi di seluruh kota.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Sebagian besar proyek menggabungkan ruang hijau, seperti lahan basah dan bioswales, yang secara alami membantu menyerap air. Upaya tersebut demi mengurangi jumlah limpasan air hujan.

Meski demikian, inisiatif ini menghadapi beberapa tantangan, menurut laporan 2017 dari sebuah lembaga penelitian di bawah Kementerian Sumber Daya Air, China Institute of Water Resources and Hydropower Research.

Setelah melakukan survei ke 30 kota, para peneliti melihat beberapa hambatan, termasuk "tujuan ambisius tanpa dasar penelitian yang baik," bahan hijau yang tidak tersedia, dan model perencanaan yang terlalu homogen dan tidak spesifik secara lokal.

China juga berada di tengah krisis utang kota yang sedang berkembang, membuat pendanaan beberapa proyek menjadi sulit. Tapi, para pembangun proyek optimis hal ini akan tetap bisa berjalan dan berhasil dengan baik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.