Sukses

Sri Mulyani Terbitkan Aturan Hapus Denda Pajak 200 Persen

Aturan yang menghapus sanksi bagi masing-masing WP 200 persen dan 48 persen ini berlaku pada 20 November 2017.

Liputan6.com, Manado - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pembebasan denda pajak bagi peserta pengampunan pajak (tax amnesty) dan Wajib Pajak (WP) yang belum ikut. Aturan yang menghapus sanksi bagi masing-masing WP 200 persen dan 2 persen per bulan ini, berlaku pada 20 November 2017.

PMK tersebut, yakni PMK Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Dalam PMK 165/2017 memasukkan beberapa poin perubahan pada PMK 118/2016. Pertama, ketentuan ayat (4) dan ayat 6 Pasal 24 diubah sehingga intinya mengatur bahwa untuk mendapatkan pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) pengalihan harta dari Nominee atau atas nama orang lain menjadi WP sebenarnya bagi peserta tax amnesty, maka dapat menyampaikan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh ataupun fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak.

Poin kedua di antara Pasal 44 dan Pasal 45 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 44A yang berbunyi jika WP mengungkapkan harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) bagi WP yang sudah ikut tax amnesty maka dianggap sebagai penghasilan dan dikenai tarif PPh normal dan dibebaskan dari denda 200 persen.

Sementara bagi WP yang belum ikut tax amnesty, dengan perlakuan yang sama. Mendeklarasikan harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, maka kena tarif PPh normal dan dibebaskan dari sanksi administrasi 2 persen per bulan maksimal 24 bulan atau 48 persen.

Tarif PPh normal sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017, yaitu untuk WP Orang Pribadi dipungut PPh Final 30 persen, WP Badan Usaha 25 persen, dan WP tertentu sebesar 12,5 persen.

Pembebasan sanksi atau denda ini dengan syarat sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta tersebut. Pelaporan harta ini dapat disampaikan melalui SPT Masa PPh Final.

Poin ketiga, ketentuan Pasal 46 ditambah satu ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 46 berbunyi segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan UU Pengampunan Pajak hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan.

PMK 165/2017 ini ditetapkan oleh Sri Mulyani pada 17 November 2017 dan diundangkan di Jakarta, 20 November 2017 oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana. "PMK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi PMK 165/2017.

Tonton Video Pilihan Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengampunan Pajak Jilid II

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama menegaskan bahwa PMK 165 tersebut bukan merupakan pengampunan pajak jilid II. Alasannya kebijakan PMK ini berbeda dengan tax amnesty sebelumnya.

"Tidak adatax amnesty jilid II karena kami tetap konsisten dengan apa yang disampaikan sebelumnya. Tax amnesty mungkin akan ada lagi 20-30 tahun lagi. Jadi anak-anak WP yang mungkin bakal merasakannya," jelas dia saat acara Media Gathering di The Lagoon Hotel, Manado, Sulawesi Utara, Rabu malam (22/11/2017).

Menurut Hestu Yoga, ini adalah kesempatan bagi WP yang belum melaporkan seluruh hartanya, baik di SPT maupun SPH Tax Amnesty dengan alasan apapun.

"Ungkapkan, lalu bayar tarif PPh sesuai PP 36 karena dideklarasikan sebelum kami menemukan data. Dan kami akan bebaskan sanksi 200 persen buat peserta tax amnesty dan 2 persen per bulan kali maksimal 24 bulan untuk yang tidak ikut, jadi ini keuntungannya," terangnya.

Caranya, dia bilang, WP dapat mendeklarasikann harta kekayaannya di SPT Masa PPh Final dengan mengisi identitas WP, daftar rincian harta, daftar rincian utang, perhitungan PPh Final. Kemudian menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar.

"Jadi kami imbau WP segera memanfaatkan sebelum kami menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) supaya tidak kena sanksi. Batas waktunya (deklarasi) kapan saja sampai SP2 diterbitkan. Saya kan kami tidak tahu kapan si A akan diterbitkan SP2," pungkas Hestu Yoga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.