Sukses

Menkeu: Standar Asal, Biaya Rapat Pemda Lebih Mahal dari Pusat

Masih banyak daerah yang tidak menggunakan Standar Biaya Masukan (SBM) dan Standar Biaya Keluaran (SBK) dalam penggunaan APBD.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyinggung alokasi anggaran perjalanan dinas dan rapat pemerintah daerah (pemda) lebih tinggi dibanding pemerintah pusat.
 
Dia menilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) habis digunakan untuk kepentingan birokrat. 
 
"Perjalanan dinas dan standar rapat. Masa rapat di daerah lebih mahal dibanding di sini, itu tidak masuk akal. Jadi kita ingin diteliti honor team, biaya rapat itu, masa APBD habis hanya untuk birokrat," kata Sri Mulyani di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Rabu (6/12/2017).
 
 
Usut punya usut penyebabnya, diakui Sri Mulyani, karena masih banyak daerah yang tidak menggunakan Standar Biaya Masukan (SBM) dan Standar Biaya Keluaran (SBK) dalam penggunaan APBD. Akibatnya, pemda membuat standar biaya rapat yang jauh lebih tinggi dari pemerintah pusat.
 
"SBM dan SBK masih banyak belum digunakan daerah, jadi pakai standar sesuka mereka sehingga sebagian daerah membuat standar lebih tinggi dari pusat," jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. 
 
Sri Mulyani menegaskan, pemda dan pemerintah pusat harus memerangi praktik korupsi secara serius. Dia mengungkapkan, setiap rupiah yang dikorupsi adalah uang rakyat yang hilang untuk memperbaiki kesejahteraan mereka. 
 
"Saya berharap Pak Dirjen dan pejabat di daerah, termasuk eksekutif dan legislatif agar memperbaiki tata kelola penggunaan anggaran. Jangan sampai kita sekadar dapat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), tapi terjadi korupsi," tukasnya. 
 
Tonton Video Pilihan Ini:
 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jokowi Serahkan DIPA APBN ke Kementerian dan Daerah

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 di Istana Kepresidenan Bogor. DIPA tersebut diserahkan kepada kementerian/lembaga (K/L) dan kepala daerah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penetapan DIPA 2018 merupakan dokumen final untuk alokasi anggaran bagi K/L untuk memulai seluruh program dan kegiatan pembangunan yang telah direncanakan untuk tahun 2018.

"Sebagaimana diketahui, UU APBN 2018 telah disetujui DPR, dan telah diundangkan sehingga siap dilaksanakan oleh pemerintah, APBN 2018 bertema bertema pengelolaan fiskal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Tema tersebut adalah sesuai dan menunjang Tema RKP yaitu memacu investasi dan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan," ujar dia di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/12/2017).

Untuk tahun 2018, lanjut dia, anggaran belanja mencapai Rp 2.220,7 triliun. Dalam alokasi ini, untuk K/L mencapai Rp 847,4 triliun dan belanja melalui non K/L sebesar Rp 607 triliun. Kemudian, transfer ke daerah dan dana desa akan mencapai Rp 766,2 triliun.

"Dibandingkan dengan transfer dan dana daerah 2014 yang hanya Rp 574,4 triliun. Dan kita perlu waspada karena kemiskinan tidak turun secepat kenaikan anggaran baik melalui K/L maupun transfer ke daerah," kata dia.

Pada 2018, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk sejumlah program utama yaitu untuk mengatasi kesenjangan dan kemiskinan mencapai Rp 283,7 triliun, program untuk pembangunan infrastruktur mencapai Rp 410,7 triliun, program untuk mendukung sektor-sektor unggulan mencapai Rp 34,8 triliun.

"Program untuk perbaikan kinerja dan ASN mencapai Rp 365,8 triliun dan program ketahanan keamanan serta penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu Rp 22,8 triliun," ungkap dia.

Sri Mulyani menuturkan, untuk anggaran transfer dan dana desa pada 2018 akan mengalami beberapa perubahan dalam penetapan formulanya. Untuk kebijakan transfer ke daerah dan dana desa 2018 akan menggunakan penganggaran dana alokasi umum yang sebesar Rp 401,5 triliun yang bersifat dinamis.

"Untuk dana bagi hasil sebesar Rp 89,2 triliun, fokusnya adalah dana bagi hasil reboisasi termasuk dalam kegiatan reboisasi hutan dan lahan, serta kegiatan pendukungnya, dan penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau untuk mendorong Program Jaminan Kesehatan Nasional," jelas dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.