Sukses

5 Kesalahan Atur Keuangan oleh Generasi Milenial

Wajar jika menabung jadi hal yang sulit dilakukan generasi milenial. Bagaimana mau menabung kalau baru memulai bekerja dan gaji pas?

Liputan6.com, Jakarta - Wajar jika menabung jadi hal yang sulit dilakukan generasi milenial. Bagaimana mau menabung kalau baru memulai bekerja dan gaji masih pas-pasan? Ditambah lagi kebutuhan memenuhi gaya hidup supaya tidak ketinggalan zaman.

Tak heran bila riset yang dilakukan George Washington Global Financial Literacy Excellence Center terhadap 5.500 generasi milenial menunjukkan, hanya 24 persen yang mengerti prinsip dasar keuangan.

"Literasi keuangan memang tidak diajarkan di sekolah dan kampus jadi bukan bagian dari pendidikan keseharian kita. Sehingga ketika kita memasuki fase mulai membayar segala sesuatunya sendiri, kita tidak punya strategi yang tepat," ujar Alexa von Tobel, pengarang buku Financially Fearless, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (9/12/2017).

Berikut lima kesalahan yang sering dilakukan generasi milenial dalam mengelola keuangan dan bagaimana digibank bisa menjadi solusinya:

1. Pengeluaran berlebihan untuk biaya sewa tempat tinggal

Adanya alasan efisiensi dan kenyamanan, membuat banyak milenial yang memilih tinggal sendiri dekat area kantornya. Namun menurut studi yang diterbitkan Personality and Social Psychology Bulletin, seseorang cenderung melebih-lebihkan kebahagiaan yang didapat dari hal material. Jadi mengeluarkan lebih dari 30 persen pendapatan untuk menyewa tempat tinggal adalah suatu kesalahan yang seharusnya bisa dihindari.

Menurut Alexa Von Tobel, uang sewa tempat tinggal, belanja kebutuhan sehari-hari, bayar tagihan listrik, air dan transportasi harus masuk dalam 50 persen dari pendapatan. Jadi kalau kita tetap kekeh memasukkan uang sewa apartemen atau kos sebesar, misalnya, 40 persen dari pendapatan, maka cari pos pengeluaran lain sejumlah 10 persen pendapatan yang harus dihilangkan, yaitu gym membership atau tv cable.

2. Tidak punya dana darurat

Dana darurat adalah dana yang kita siapkan sebagai cadangan bila ada keperluan mendadak. Antara lain jatuh sakit, membantu orangtua atau perusahaan tempat bekerja tutup beroperasi. Idealnya dana darurat merupakan 3-6 bulan biaya hidup yang dibutuhkan.

Biaya hidup dihitung dari rata-rata uang yang dibutuhkan untuk keperluan makan, transportasi, belanja kebutuhan pokok, biaya sewa tempat tinggal, bayar utang atau tagihan rutin. Generasi milenial bisa mencicil dana darurat tiap bulan melalui 20 persen dari pendapatan kita. Misal, kita masukkan dalam pos asuransi di digibank, yang harus ditransfer ke rekening dana darurat tiap bulan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

3. Utang kartu kredit yang berlebihan

Hampir semua orang pada dasarnya memiliki utang. Akan tetapi, utang kartu kredit adalah yang paling beracun karena tingginya bunga yang diberikan. Selain itu, kalau kita sering over limit atau tidak tepat waktu membayar kartu kredit, maka ini menjadi catatan yang kurang baik di masa depan bila ingin mengajukan kredit lain. Rencana KPR kita bisa tidak disetujui dan permohonan pinjam modal wirausaha mungkin gagal.

4. Berada dalam hubungan cinta yang menguras keuangan

Biaya gaya hidup tidak cuma dihabiskan sendirian. Saat menjalin hubungan cinta, kita juga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi bila pasangan tidak memiliki pendapatan sebesar kita. Namun, kita harus waspada kalau ternyata setelah bersama sekian lama, tidak ada perkembangan signifikan dari pendapatannya. Kita terus yang mengeluarkan uang demi kepentingan bersama.

5. Tidak menabung untuk masa pensiun

Kita mungkin berpikir masa pensiun masih dua puluhan tahun lagi, jadi buat apa menyisihkan uang dari sekarang? Itu sebuah kesalahan besar. Justru kita harus mulai menyisihkan uang saat usia 25 tahun sehingga saat berumur 60 tahun kita sudah memiliki uang pensiun dua kali lipat lebih banyak dari mereka yang baru mulai menyisihkan uang pensiun di usia 35 tahun.

Melihat hal ini, Leonardo Koesmanto – Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia mengatakan, kesalahan para milenial dalam pengelolaan keuangan dapat dimaklumi karena hal ini bukan sesuatu yang mudah bagi mereka karena laporan lengkap transaksi rekening harus diakses melalui desktop atau cetak buku tabungan.

"Bagi para milenial yang biasa melakukan segala sesuatu melalui ponsel, hal ini menjadi sangat mengganggu. Tapi semua itu bisa diatasi dengan hadirnya cara baru beraktivitas perbankan berbasis digital seperti spending tracker berbasis virtual assistant dengan artificial intelligent bisa menjadi pilihan terbaik bagi para milenial dalam melakukan kegiatan perbankan," tambah Leonardo.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.