Sukses

Eropa Tak Suka Rencana Reformasi Pajak Trump

Liputan6.com, London - Lima negara dengan ekonomi terbesar di Eropa mengingatkan rencana pemerintahan Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait reformasi pajak dapat menganggu aturan perdagangan internasional.

Jerman, Prancis, Inggris, Spanyol dan Italia menulis surat kepada US Treasury Secretary Steve Mnuchin kalau reformasi pajak yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan senat bertentangan dengan perjanjian dan dapat ubah perdagangan internasional.

"Adalah penting pemerintah Amerika Serikat menjalankan kebijakan pajak dilakukan dengan cara sesuai kewajiban internasional yang telah ditandatangani," tulis surat yang ditandatangani Menteri Keuangan negara tersebut, seperti dikutip dari laman CNN Money, Kamis (14/12/2017).

Surat itu ungkap kalau perusahaan dengan kode pajak AS dapat beri keuntungan bagi perusahaan AS dibandingkan perusahaan saingan terutama asing. Para menteri keberatan secara khusus mengenai pajak baru 20 persen atas perusahaan multinasional yang berbasis di AS. Tindakan itu dapat "diskriminasi" dengan cara bertentangan peraturan internasional.

Mereka mengatakan, ketentuan itu juga dapat batasi keuntungan bisnis asing yang tidak memiliki basis permanen di Amerika Serikat. Selain itu, mengalihkan transfer lintas batas antara bank dan perusahaan keuangan dengan pengenaan pajak 10 persen.

"Dua ini sekarang masalah Organisasi Perdagangan Dunia. Tindakan itu dapat dianggap diskriminatif," ujar Rebecca Kysar, Profesor Universitas Fordham.

Para menteri keuangan itu menentang tindakan reformasi pajak itu lantaran dapat menguntungkan perusahaan AS dengan subsidi ekspor mereka. Kysar mengatakan, lebih banyak pendapatan yang diperoleh perusahaan AS dari ekspor. Porsi pendapatan pendapatan lebih besar akan dikenakan pajak 12,5 persen dan bukan tingkat perusahaan sebesar 20 persen.

Sebelumnya Presiden AS Donald Trump dan partai Republik berupaya meluluskan RUU Reformasi pajak. RUU ini telah lulus di senat dan kongres. RUU reformasi pajak tersebut memberikan sebagian besar potongan pajak bagi perusahaan besar dan orang kaya. Di RUU reformasi pajak mengajukan potongan pajak korporasi dari 35 persen menjadi 20 persen dan keringanan pajak lainnya bagi dunia usaha.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Waspadai Cuaca Ekstrem hingga Kebijakan Trump

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan realisasi inflasi bulanan 0,20 persen dan inflasi inti 0,13 persen di November karena upaya pemerintah mengendalikan laju inflasi. Namun ada beberapa hal yang perlu diwaspadai, seperti cuaca ekstrem dan kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS).

"Kita menghargai upaya menjaga atau mengendalikan inflasi. November ini memang ada beberapa kenaikan komoditas, tetap harus diwaspadai karena Desember ini masuk bulan musiman, di mana permintaan meningkat dan cuaca ekstrem menimbulkan beberapa tambahan tekanan terhadap harga," ujar dia di Jakarta, Senin 4 Desember 2017.

Untuk diketahui, inflasi 0,20 persen di November ini merupakan inflasi terendah sejak November 2014. Sementara inflasi inti 0,13 persen di bulan kesebelas ini adalah inflasi inti terendah sejak November 2004, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

Sri Mulyani mengaku, pemerintah akan tetap mewaspadai kenaikan harga bahan pangan akibat cuaca ekstrem hingga akhir tahun ini. Pemerintah berupaya terus menjaga inflasi di bawah 3,7 persen di 2017. Sementara target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar 4,3 persen.

"Kita tetap akan waspada sampai akhir tahun ini agar target 2017 terjaga pada level di bawah 3,7 persen," tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Dengan inflasi rendah, diharapkan Sri Mulyani, dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk mengkonsumsi atau berbelanja sehingga pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal IV bisa tumbuh mendekati 5 persen. Kondisi tersebut diakuinya akan sangat mendorong pertumbuhan ekonomi, di samping terus membaikinya komponen lain, seperti peningkatan investasi, penguatan ekspor, dan pengeluaran pemerintah.

"Seluruh komponen pertumbuhan ekonomi di kuartal IV akan lebih kuat, sehingga ini akan positif masuk ke 2018. Penting karena di 2018 banyak sekali ketidakpastian yang muncul, seperti pemangkasan tarif pajak di AS, sehingga akan berpengaruh sangat signifikan terhadap ekonomi AS dan ekonomi dunia," jelas Sri Mulyani.

Selain reformasi Undang-undang (UU) Perpajakan di AS, kata Sri Mulyani, normalisasi kebijakan moneter di AS akan berjalan jika pemulihan ekonomi AS jauh lebih cepat. Itu artinya, kenaikan suku bunga AS akan diimplementasikan lebih cepat.

"Ini semua harus diwaspadai. Kalau momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah positif dan kuat, stabilitas tetap terjaga dari sisi inflasi dan nilai tukar, maka akan memberi posisi yang lebih baik bagi ekonomi Indonesia untuk menghadapi ketidakpastian," tegas dia.

Sri Mulyani memastikan, pemerintah akan mempelajari perubahan konsumsi di masyarakat. Tentunya diiringi dengan langkah menekan angka pengangguran, menciptakan lapangan kerja, peningkatan upah riil buruh, termasuk petani.

"Kita akan menjaga konfiden dan ekspektasi inflasi sehingga pada akhirnya daya beli tetap bisa dipertahankan. Kita akan melihat fenomena digital ini, apakah ini shifting, atau memang ada penurunan," tukas Sri Mulyani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.