Sukses

Menko Darmin: Ekspor Impor Tinggi, Ekonomi RI Pulih

Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, kinerja ekspor dan impor Indonesia membaik pada November 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 130 juta pada November 2017. Nilai ekspor mengalami kenaikan 13,18 persen dan impor 19,62 persen (November 2017 terhadap November 2016).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menilai, pertumbuhan kinerja ekspor dan impor Indonesia di November ini semakin membaik karena terjadi peningkatan kegiatan investasi.

"Kalau ekspor impor tumbuh tinggi, itu artinya ekonomi membaik. Tidak ada arti lain dari itu," tegas dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (15/12/2017).

Data BPS menunjukkan, ‎nilai ekspor Indonesia pada bulan kesebelas ini tercatat sebesar US$ 15,28 miliar atau naik 0,26 persen dibanding realisasi Oktober 2017. Dibanding November 2016 yang sebesar US$ 13,50 miliar, nilai ekspor di November 2017 ini naik 13,18‎ persen.

Angka ini lebih tinggi dibanding realisasi impor yang sebesar US$ 15,15 miliar atau naik 6,42 persen dibanding realisasi bulan sebelumnya. Dibanding realisasi November tahun lalu yang sebesar US$ 12,67 miliar, nilai impor di bulan kesebelas ini mengalami kenaikan signifikan sebesar 19,62 persen.

Dengan demikian, ada neraca perdagangan di November 2017 sebesar US$ 130 juta. Surplus tersebut anjlok dibanding realisasi September dan Oktober 2017 yang masing-masing US$ ‎1,78 miliar dan US$ 1 miliar.

Sementara dibanding November 2015 yang mengalami defisit US$ 400 juta, capaian surplus neraca dagang November 2017 lebih baik. Namun lebih rendah dibanding realisasi bulan kesebelas 2016 yang surplus US$ 830 juta.

Melihat tren surplus yang lebih rendah dibanding dua bulan sebelumnya, Darmin berpendapat, bukan hal aneh. Jika ekonomi mengalami pemulihan, mau tidak mau kinerja impornya akan tumbuh lebih cepat.

"Tidak bisa ekspornya naik, tapi impornya tidak naik cepat. Tidak bisa ekspornya naik, tapi impornya tidak naik, itu berarti ada yang macet, kecuali industri petrokimia, baja dan steel, maupun produk chemical sudah jalan. Tapi ini belum, baru mau mulai," ujar dia.

"Jadi tidak usah merasa aneh kalau surplusnya mengecil karena trennya ini sedang berjalan," kata Kecuk.

Kepala BPS, Suhariyanto atau akrab disapa Kecuk mengatakan, kinerja ekspor Indonesia pada November ini tumbuh tipis karena terjadi penurunan ekspor migas, pertanian dan pertambangan. Sementara industri pengolahan mengalami pertumbuhan positif.

"Ekspor tumbuh tipis karena ekspor di sektor pertanian dan pertambangan mengalami penurunan, sedangkan ekspor di sektor industri pengolahan naik," ujar dia.

Sementara kinerja impor naik cukup tinggi,  Kecuk mengakui didukung peningkatan barang konsumsi, bahan baku penolong dan barang modal.

"Bisa dipahami kenaikan impor yang tinggi karena untuk persiapan libur Natal dan Tahun Baru, sehingga data ini diharapkan meningkatkan perekonomian domestik," pungkas Kecuk.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kebijakan Kontroversial Trump Tak Pengaruhi Ekspor RI ke AS

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald J. Trump, dikenal memiliki kebijakan kontroversial, seperti proteksionisme perdagangan, sampai dengan yang terakhir menyebut Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Tindakannya itu menyulut kecaman dari para pemimpin dunia. Kebijakan tersebut tidak berdampak terhadap kinerja ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk, mengungkapkan nilai ekspor Indonesia pada November ini naik tipis 0,26 persen atau senilai US$ 15,28 miliar dibanding bulan sebelumnya. Dibanding periode November 2016 yang sebesar US$ 13,50 miliar, nilai impor bulan kesebelas ini meningkat 13,18 persen.

Secara kumulatif Januari-November ini, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 153,9 miliar, naik 17,16 persen ‎dari realisasi di periode yang sama tahun lalu senilai US$ 131,4 miliar. Ekspor nonmigas tercatat US$ 139,7 miliar atau naik 16,89 persen dibanding US$ 119,5 miliar.

Ekspor nonmigas terbesar sepanjang Januari-November 2017, yakni lemak dan minyak hewan atau nabati US$ 21,04 miliar atau 15,06 persen‎ dan bahan bakar mineral senilai US$ 19,11 miliar atau 13,68 persen.

"Pangsa pasar ekspor nonmigas terbesar kita selama periode Januari-November ini tidak berubah, yakni China, Jepang, dan Amerika Serikat (AS)," tutur Kecuk saat Rilis Neraca Perdagangan November di kantornya, Jakarta, Jumat 15 Desember 2017.

Dia menjelaskan, China menjadi negara tujuan ekspor Indonesia terbesar pertama dengan nilai US$ 19,13 miliar di periode 11 bulan ini. Sedangkan Jepang di urutan kedua senilai US$ 13,22 miliar, dan AS di posisi ketiga dengan nilai impor US$ 15,72 miliar.

"Ini artinya ekspor kita ke AS masih kuat, tidak peduli dengan apa yang terjadi di sana dengan komentar apa yang terjadi di sana (AS) dengan komentar-komentar dari presidennya. Ekspor kita masih besar," terang Kecuk.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.