Sukses

DKI Jakarta Ikut Ketiban Untung dari Pilkada 2018

Pilkada 2018 merupakan pemilihan kepala daerah terbesar dari yang pernah digelar sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2018 tidak hanya akan menggerakkan perekonomian di daerah. Ajang pesta demokrasi ini dinilai juga akan memberikan dampak pada ekonomi di DKI Jakarta.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, Pilkada 2018 merupakan pemilihan kepala daerah terbesar dari yang pernah digelar sebelumnya. Pada tahun depan Pilkada akan berlangsung di 171 daerah, antara lain, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.

Dia mengungkapkan, walaupun DKI Jakarta tidak melaksanakan pilkada, dampak dari pelaksanaan pilkada tersebut akan sampai ke Ibu Kota.

"Walaupun semua di luar Jakarta, akan tetapi pada umumnya banyak juga yang belanja dan memesan berbagai atribut kampanye dari Jakarta, seperti; pin, kaus, topi, baliho, spanduk, banner, brosur, serta belanja iklan kampanye lainnya," ujar dia di Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Menurut dia, pertimbangan orang lebih memilih untuk memesan atribut kampanye di Jakarta karena harga yang lebih murah.

"Mungkin karena harga yang relatif lebih murah dan kualitas yang lebih baik yang menyebabkan berbagai kebutuhan atribut kampanye diorder dari Jakarta," lanjut dia.

Sarman memperkirakan, jika setiap pasangan calon yang bertarung di Pilkada membelanjakan uang hingga Rp 600 juta, setidaknya akan ada Rp 200 miliar uang yang akan beredar saat pilkada berlangsung.

"Jika setiap paslon membelanjakan atribut kampanye sebesar Rp 500 juta-Rp 600 juta, maka diperkirakan biaya belanja kampanye akan mencapai Rp 200 miliar," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ekonomi DKI Jakarta Diproyeksi Tumbuh 6 Persen di 2018

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta menyatakan, pada 2018 ekonomi di Ibu Kota berpotensi tumbuh di atas 6 persen. Namun, syaratnya sejumlah indikator dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga pertumbuhan ekonomi Jakarta dapat melaju.

Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, ‎dalam empat tahun terakhir, ekonomi Jakarta hanya tumbuh dibawah 6 persen. Padahal, pada 2013 ekonomi Ibu Kota masih tumbuh 6,11 persen.

"Memasuki 2014 turun menjadi 5,95 persen, di 2015 dan 2016 sebesar 5,88 persen, dan di 2017 diperkirakan sekitar 5,9 persen, tidak mampu menembus 6 persen," ujar dia di Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Menurut Sarman, ada sejumlah indikator yang diharapkan dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi Jakarta pada tahun depan. Salah satunya penyerapan APBD DKI Jakarta 2018 tepat waktu.

"Tidak seperti tahun tahun sebelumnya di mana penyerapan mulai tinggi ketika memasuki bulan Agustus ke atas. Praktis belanja APBD Januari hingga Juli sangat minim sehingga tidak mampu menggenjot sektor lainnya. Padahal, belanja pemerintah itu merupakan stimulan untuk dapat mendongkrak pertumbuhan sektor lainnya," jelas dia.

Untuk itu, lanjut Sarman, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta harus dapat mengatur bagaimana penyerapan anggaran sudah bisa dimulai sejak Januari dan berlangsung sepanjang sampai Desember.

"Dari Rp 77 triliun APBD DKI Jakarta 2018 jika dibagi dua belas bulan maka belanja dan penyerapan yang akan beredar dan berputar sekitar Rp 6,4 triliun. Ini akan signifikan untuk mendongkrak pertumbuhan sektor sektor yang lain," tandas dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.