Sukses

Kementan Sebut Stok Beras Mencukupi, Kenapa RI Masih Harus Impor?

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk membuka keran impor beras khusus.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan stok beras yang ada saat ini tidak mencukupi hingga masa panen Maret 2018. Oleh sebab itu, keran impor beras dibuka pemerintah.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan menyatakan, saat ini stok beras yang dimiliki Perum Bulog kurang dari 1 juta ton. Adapun saat ini beras tersebut harus didistribusikan sebanyak 13-15 ribu ton per hari ke pasaran.

"Itu Bulog. Tapi setahu saya sudah berada di sekitar 900 ribuan ton. Dan keluarnya hampir setiap hari 13-15 ribu karena yang itu untuk memasok pasar-pasar untuk ketersediaan dan stabilisasi," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (12/1/2018).

Dengan stok yang hanya sekitar 900 ribu ton tersebut, lanjut dia, maka tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri hingga musim panen tiba, yaitu sekitar Maret-April 2018. "Iya (tidak cukup). Perhitungannya begitu," kata dia.

Hal senada diungkapkan pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira.

Dia mempertanyakan dasar pembukaan keran impor beras untuk menurunkan harga dan menjaga pasokan beras. Sebab, selama ini stok beras dinilai mencukupi bahkan suplus seperti diungkapkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. 

"Kalau suplus kenapa harus impor. Kesalahan ada di Kementerian Pertanian (Kementan). Bukti kegagalan Kementerian Pertanian dalam menjaga pasokan dan produksi beras di tingkat petani," tandas dia.

Pembukaan keran impor berbeda dengan kondisi sebelumnya. Pada Oktober 2017, Kementerian Pertanian (Kementan) ‎pernah menyatakan jika stok beras mencukupi hingga tujuh bulan mendatang sehingga Indonesia tidak perlu impor pada tahun ini.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementan, Suwandi, mengatakan stok beras di Badan Urusan Logistik (Bulog) sebanyak 1,52 juta ton. Dengan begitu, stok aman untuk memenuhi kebutuhan beras hingga tujuh bulan ke depan atau April 2018.

"Sementara nanti Februari hingga April akan panen raya padi, sehingga penyerapan gabah akan meningkat," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 8 Oktober 2017.

Selain itu, lanjut dia, luas lahan tanam pada periode Oktober 2016-Maret 2017 mencapai 9,35 juta ha. Luas tersebut, 596 ribu ha atau 6,8 persen lebih tinggi dibanding periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,76 juta ha.

"Selanjutnya, berdasarkan data luas tanam padi Oktober 2016-Maret 2017 dan April-September 2017, surplus lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, kami yakin produksi padi 2017 jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya," ungkap dia.

Melihat kondisi tersebut, lanjut Suwandi, diharapkan harga beras bisa terus stabil untuk mendukung kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan tidak perlu membuka keran impor.

"Ketersediaan beras jauh di atas kebutuhan nasional. Kekeringan dan serangan hama yang mengganggu produksi jauh di bawah batas toleransi sebesar 5 persen dari luas areal tanam. Ini mampu menjaga swasembada secara berkelanjutan, tidak perlu impor beras," yakin dia.

‎

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Impor Beras, Mendag Pastikan Tak Pakai Uang APBN

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan tidak ada uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk mengimpor beras khusus. Meskipun beras khusus tersebut akan dijual di dalam negeri dengan harga setara dengan beras medium.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pembelian beras asal Vietnam dan Thailand tersebut dilakukan oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Dana yang disiapkan untuk impor tersebut telah disiapkan oleh PPI.

"Tidak ada dana APBN, itu pasti. PPI itu menjadi pintu sehingga kita bisa mengatur. Mereka bisa bermitra dengan pengusaha beras," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (12/1/2018).

Selain itu, meski merupakan beras khusus, harga beras tersebut lebih murah dibandingkan beras medium yang dijual di Indonesia. Oleh sebab itu, dengan dijual setara dengan medium akan tetap memberikan keuntungan.

"Di sana lebih murah. Dan kita sudah sepakati untung tidak boleh gede-gede. Dan harus dijual (dengan harga) medium. Kalau rugi dikit nanti kita kasih lagi yang lain," ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk membuka keran impor beras khusus. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan beras di dalam negeri dan sebagai salah satu langkah untuk menekan harga beras di pasaran.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, pihaknya akan membuka impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. Beras tersebut rencananya akan mulai masuk pada akhir Januari 2018.

"Untuk mengisi gap ini, saya tidak mau mengambil risiko kekurangan pasokan saya mengimpor beras khusus. Yang diimpor 500 ribu ton, start awal," ujar dia.

Enggar mengungkapkan, beras tersebut akan dipasok dari dua negara, yaitu Thailand dan Vietnam. Namun, dia memastikan beras yang diimpor tersebut bukan jenis beras yang sudah mampu diproduksi di Indonesia.

"Dari berbagai negara yang ada. Dari Vietnam, Thailand, kita masukkan.‎ Beras yang tidak ditanam di dalam negeri. ‎Beras IR64 tidak kami impor, tetapi kami memasok beras impor," kata dia.

Menurut dia, impor beras dilakukan guna mengisi pasokan beras di dalam negeri sambil menunggu masa panen pada Februari-Maret 2018. Dengan adanya tambahan beras impor ini diharapkan tidak ada kekhawatiran soal kelangkaan dan kenaikan harga beras.

"Kita sambil menunggu karena panen ada setiap hari, hanya jumlahnya yang berbeda, diperkirakan Februari-Maret akhir baru ada. Dengan demikian, maka tidak ada kekhawatiran kekurangan pangan. Masalah perut, masalah pangan itu menjadi prioritas, jangan kita mengambil risiko dan ada pertentangan, petani juga konsumen. Dia juga harus memberi beras dan tidak boleh ada kekosongan pasokan," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.