Sukses

Dilarang Pakai Cantrang, 15 Ribu Nelayan Bakal Temui Menteri Susi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikanpelarangan penggunaan alat tangkap cantrang berlaku mulai 1 Januari 2018.

 
Liputan6.com, Jakarta Larangan penggunaan alat tangkap cantrang resmi diberlakukan mulai 1 Januari 2018. Namun, tak semua nelayan mengaku bisa mengikuti kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tersebut.
 
Salah satunya Rasmudi (45), nelayan asal Batang, Jawa Tengah. Dia mengaku kini tak bisa melaut karena tak punya alat tangkap, setelah cantrang dilarang penggunaannya.
 
 
"Sekarang semua menganggur di sini, tidak ada kegiatan sama sekali," kata dia saat bercerita kepada Liputan6.com, Senin (15/1/2018).
 
Baginya, melaut bukanlah tujuan untuk mencari keuntungan yang besar. Harapannya dari hasil menangkap ikan sederhana hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Kalau sudah begini anak istri kita mau makan apa?" tambahnya.
 
Dia pun mengusulkan kepada Menteri Susi untuk memperbolehkan nelayan-nelayan kecil kembali menggunakan cantrang. Sebab, hanya itulah alat tangkap yang murah dan mampu menghidupi keluarganya sehari-hari.
 
Memang, saat ini KKP memberikan bantuan berupa alat tangkap gillnet. Namun, menurut Rasmudi, alat itu tidak bisa digunakan. Bahkan, beberapa nelayan malah kembali menjual alat itu ke nelayan lain demi mendapatkan pemasukan untuk keluarganya.
 
Untuk itu, dia meminta Menteri Susi melakukan kajian mendalam terlebih dahulu sebelum membuat kebijakan.
 
"Kalau ini tetap diberlakukan, kami akan ke Jakarta, ke kantor Bu Susi lalu jalan ke depan Istana lagi. Itu nelayan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, bahkan luar Jawa yang jumlahnya 10-15 ribu orang. Rencana kita tanggal 17 atau 18 (Januari)," dia menandaskan. 
 
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikanpelarangan penggunaan alat tangkap cantrang berlaku mulai 1 Januari 2018. Meski, selama ini masih-masih ada pihak yang kontra terhadap kebijakan tersebut.
 
Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto mengatakan, mulai 1 Januari 2018, tidak ada lagi tawar-menawar soal larangan penggunaan cantrang untuk menangkap ikan. Dengan begitu,  nelayan di seluruh Indonesia sudah tidak lagi diperbolehkan untuk menggunakan alat tangkap tersebut.
 
‎"Cantrang selesai sudah, tidak perlu dibahas lagi. Pada 1 Januari 2018 pelarangannya diterapkan, jadi artinya cantrang tidak boleh beroperasi di Indonesia," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta.
 
Dia menjelaskan, meskipun masih ada yang keberatan dan melayangkan protes terhadap kebijakan tersebut, kebijakan ini harus tetap berlaku.
 
‎"Ya protes kan bisa saja, tapi kan kita bikin aturan harus ditaati, harus diikuti oleh rakyat. Kalau tidak ada yang setuju kan biasa, tetap saja harus ditaati. Negara kalau tidak ada aturannya, ya mau bagaimana," kata dia.
 
Rifky mengakui, memang masih ada nelayan yang belum memiliki alat tangkap lain sebagai pengganti cantrang‎. Namun, KKP akan terus memberikan solusi bagi nelayan agar tetap bisa mencari ikan."Ya kalau ada 1-2 case nanti kita selesaikan case by case. Pasti ada yang belum selesai, tapi kan tidak signifikan," tandas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Alasan Pelarangan Cantrang

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, larangan pengoperasian kapal yang menggunakan alat tangkap cantrang bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan.

Alasannya, penggunaan alat tangkap tersebut berdampak pada kerusakan lingkungan biota laut, karena kerja dari alat tersebut mengeruk dari dasar laut.

"Kapal cantrang oleh regulasi nasional dan internasional seperti Food and Agriculture Organization (FAO) memang dilarang karena berdampak negatif terhadap lingkungan laut‎," kata Luhut, saat menghadiri ‎Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal, di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (11/7/2017).

Luhut mengakui, larangan penggunaan alat tangkap cantrang tersebut akan membuat nelayan dan buruh tidak bisa berlayar. Oleh karena itu, pemerintah telah memberikan solusi dengan mengganti alat tangkap yang ramah lingkungan. Selain itu, pemerintah juga memberikan keterampilan lain kepada para nelayan.

Hal tersebut agar pendapatan para nelayan tidak putus sehingga tidak menimbulkan kemiskinan. Menurut Luhut, jika muncul kemiskinan, maka akan memberikan dampak yang sangat besar seperti terorisme.

"Tanpa harus beranalisis secara berlebihan, fakta menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan pemicu instabilitas bahkan terorisme," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.