Sukses

Korut Pakai Server Kampus buat Timbun Uang Digital?

Hal ini dilakukan Korut sebagai cara mereka mendapat uang di tengah tekanan sanksi PBB yang bertubi-tubi.

Liputan6.com, Jakarta - Kecurigaan banyak pihak akan campur tangan Korea Utara (Korut) dibalik raibnya mata uang digital di beberapa kasus peretasan memang terus terjadi. Kali ini, perusahaan keamanan siber asal Italia menemukan sebuah perangkat lunak yang terhubung dengan salah satu server di kampus yang terletak di Korea Utara.

Server tersebut dicurigai menjadi cara Korut untuk bisa mendapatkan uang digital dan menyalurkan keuntungannya ke pemerintah. Hal ini dilakukan Korut sebagai cara mereka mendapat uang di tengah tekanan sanksi PBB yang bertubi-tubi.

Dilansir dari Reuters, Minggu (21/1/2018), perangkat lunak yang diciptakan pada 24 Desember tersebut menggunakan komputer utama untung menambang mata uang digital. Setelahnya, uang digital yang berhasil didapatkan kemudian dikirim ke Universitas Kim Il-Sung di PyongYang.

"Mata uang digital dapat memberikan jalur kehidupan keuangan ke negara dilanda tekanan sanksi itu dan akibatnya, universitas di Pyongyang menunjukkan ketertarikan jelas terhadap mata uang digital," terang perusahaan AlienVault dalam keterangannya.

AlienVault juga menambahkan, koneksi server Korut itu juga tampaknya tidak terhubung ke jaringan internet yang luas. Akan tetapi, hal ini bisa saja dilakukan untuk mengelabui pihak asing.

Terkait ini, pihak Korut maupun Universitas Kim Il Sung enggan mengeluarkan komentar. Pejabat pemerintah yang mewakili Korea Utara di PBB juga melakukan hal yang sama.

Para ahli dan otoritas menyatakan Korea Utara menggunakan mata uang digital sebagai moda pembayaran uang tebusan dan tindak penyalahgunaan keuangan, termasuk pencurian.

"Adalah fakta bahwa Korea Utara telah menyerang pusat perdagangan mata uang virtual," kata Direktur Lembaga Keamanan Internet Korea Selatan Lee Dong-geun, seperti dikutip dari CNN Money.

Para peretas Korea Utara telah menyerang setidaknya empat pusat perdagangan bitcoin dan mata uang digital lainnya di Korea Selatan selama Juli dan Agustus 2017. Para ahli mengaku tak tahu berapa banyak bitcoin dan mata uang virtual lain yang telah dicuri Korea Utara.

"Masuk akal jika diasumsikan (nilainya) cukup banyak dan nilainya naik secara signifikan saat ini," ujar Bryce Boland, direktur teknologi perusahaan keamanan siber FireEye.

Peretasan tersebut diyakini bakal terus terjadi sejalan dengan nilai bitcoin yang meroket.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

BI Kembali Peringatkan Para Pengguna Bitcoin

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) kembali memperingatkan bahaya dan risiko kepada para pengguna uang virtual (virtual currency) seperti bitcoin.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, uang virtual termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.

"Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang," kata dia di Jakarta, Sabtu 13 Januari 2018.

Dalam UU menyebutkan, mata uang adalah uang yang dikeluarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan rupiah.

Dengan demikian, ditegaskan Agusman, pemilikan mata uang virtual sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga.

Risiko lainnya, yakni nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat memengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.

"Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency," tegas dia.

Bank Indonesia juga mengingatkan, sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, penyelenggara transfer dana) dan penyelenggara teknologi finansial di Indonesia baik bank dan lembaga selain bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan uang virtual.

Ini sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017​ tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

"Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran senantiasa berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme," tutup Agusman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.