Sukses

Honor Ketua KPPU Naik Jadi Rp 38,3 Juta, Anggota Rp 33,7 Juta

Presiden Jokowi menaikkan honorarium Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dari Rp 30,7 juta menjadi Rp 38,3 juta per bulan.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan honorarium Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dari Rp 30,7 juta menjadi Rp 38,3 juta per bulan. Kenaikan itu tak hanya dikantongi Ketua KPPU, tapi juga wakil ketua dan para anggotanya.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor Tahun 2018 tentang Honorarium Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang diteken Presiden Jokowi pada 12 Januari 2018.

"Dengan pertimbangan bahwa honorarium Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KPPU sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 tahun 2013 perlu disesuaikan dengan beban kerja dan tanggung jawab yang bersangkutan," seperti dikutip dari laman Setkab.go.id, Minggu (21/1/2017).

Dalam Perpres ini disebutkan, Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KPPU diberikan hak keuangan berupa honorarium setiap bulan.

Besaran honorarium ditetapkan sebagai berikut:

a. Ketua sebesar Rp 38.300.000,00 (sebelumnya Rp 30.712.000,00, red);

b. Wakil Ketua sebesar Rp 36.400.000,00 (sebelumnya Rp 29.176.000,00, red); 

c. Anggota sebesar Rp 33.700.000,00 (sebelumnya Rp 27.027.000,00, red).

Honorarium Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2018, yang telah diundangkan pada 12 Januari 2018 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 12 Januari 2018 itu.

Tonton video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Revisi UU Persaingan Usaha

KPPU mengharapkan amendemen Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha segera terealisasi di DPR RI. Revisi undang-undang ini menambah kewenangan KPPU hingga penggeledahan pelaku kartel dan monopoli usaha.

“Amendemen Undang-Undang No 5 Tahun 1999 sangat penting untuk menindak pelaku kartel, oligopoli dan monopoli di Indonesia,” kata Komisioner KPPU, Sukarmi di Balikpapan pada 30 Desember 2017.

Komisi VI DPR RI tengah membahas penambahan wewenang KPPU yang ditingkatkan hingga penggeledahan maupun nilai denda yang dilipatgandakan menjadi 30 persen dari total pendapatan perusahaan. Ia pun menyambut positif amendemen Undang-Undang No 5 yang sepertinya memperoleh dukungan dari mayoritas fraksi-fraksi di DPR RI

. “Kami yakin dan informasinya fraksi-fraksi akan mendukung amendemen undang undang ini,” ujarnya.

KPPU selama ini terus mengeluhkan keterbatasan wewenangnya yang kesulitan menekan praktik kartel, oligopoli, dan monopoli di Indonesia. Keterbatasan wewenang penggeledahan dan minimnya sanksi denda, menurut Sukarmi, menjadi pokok utama menjamurnya praktik persaingan usaha tidak sehat.

Sukarmi mencontohkan sanksi denda sebesar maksimal Rp 25 miliar yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku usaha. Nilai sanksi denda senilai ini, menurutnya, tidak ada artinya dibandingkan dengan pendapatan korporasi yang bisa mencapai angka triliunan rupiah per tahun.

“Nilai Rp 25 miliar menjadi tidak terlalu besar untuk masa 10 hingga 20 tahun ke depan,” paparnya.

Selain juga kewenangan penggeledahan bagi pelaku kartel, oligopoli dan monopoli mampu mempertegas KPPU menjalankan tugasnya. Selama ini, KPPU hanya bisa meminta kelengkapan administrasi data pada pihak terlapor melakukan praktik kartel, oligopoli, dan monopoli.

“Bila ada dugaan kuat pelaku usaha melanggar, bisa segera dilakukan penggeledahan. Untuk mencari barang bukti seperti kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi,” tuturnya.

Saat ini, Sukarmi mengakui penolakan sudah bermunculan terutama dari pelaku usaha diwakili Apindo dan Kadin. Mereka terang-terangan menolak dengan dalih pengesahan amendemen Undang-Undang No 5 berdampak negatif pertumbuhan investasi dan dunia usaha di Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.