Sukses

Kementan Klaim Januari-April RI Akan Surplus Beras, Ini Detailnya

Surplus menyusul mulai masuknya masa panen padi di sejumlah daerah di Indonesia, kurun Januari-April 2018.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) memperkirakan Indonesia mengalami suplus beras hingga hampir 5 juta ton beras, pada empat bulan pertama di 2018. Hal tersebut menyusul mulai masuknya masa panen padi di sejumlah daerah di Indonesia, kurun Januari-April 2018.

Dari data Kementan, pada Januari ini, luas lahan panen mencapai 854.369 hektare (ha) dengan hasil 4.519.612 ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 2.835.605 ton beras. Sedangkan rata-rata konsumsi per bulan sebesar 2.506.285 ton, sehingga ada suplus 329.320 ton.

Kemudian pada Februari, luas lahan panen akan meningkat menjadi 1.638.391 ha dengan hasil GKG 8.667.088 ton atau setara 5.437.731 ton beras. Jika konsumsi beras 2,5 juta ton, maka akan ada suplus 2.931.446 ton beras.

Di Maret, luas lahan panen kembali meningkat menjadi 2.252.962 ha dengan hasil 11.918.169 ton GKG atau setara 7.477.459 ton beras. Dengan perkiraan besaran konsumsi yang sama, maka ada suplus beras 4.971.174 ton.

Dan pada April, luas lahan panen turun menjadi 1.664.187 ha, yang menghasilkan 8.803.549 ton GKG atau setara 5.523.347 ton beras. Meski produksi turun, pada bulan tersebut, diperkirakan masih akan suplus beras 3.017.062 ton.

"Konsumsi per bulan rata-rata 2,4 juta ton-2,5 juta ton (beras). Itu suplus," ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (22/1/2018).

Hal senada juga diungkapkan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Sumarjo Gatot Irianto. Dia mengungkapkan, jika di luar masa panen, lahan padi yang bisa dipanen rata-rata mendekati 1 juta ha.

"Di dalam bulan-bulan paceklik itu Juli, Agustus, September, Oktober itu panennya minimal 1 juta ha. Jadi sudah lebih untuk kebutuhan 1 bulan. Itu yang potensi panen kecil," kata di.

Sedangkan pada masa panen yaitu dari Januari-April, suplus beras bisa lebih dari 2 juta ton per bulan. Dengan kondisi seperti ini, tidak ada alasan pasokan beras menurun dan harga naik.

"Kalau yang potensi panen besar di Januari, Februari, Maret, April. Itu kalau yang tanam Desember-Januari bisa 2,5 juta ha luas sawah, di kali 6 ton (per ha), 12 juta ton gabah atau kira-kira 6,5 juta ton hasilnya (beras). Suplusnya bisa 2 juta ton kalau pas puncak panen," tandas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jokowi Ingin Petani Jual Beras

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin para petani menjual hasil panennya dalam bentuk beras, bukan lagi hanya gabah. Sebab, keuntungan terbesar dari menanam padi sawah terjadi saat pascapanen bukan pada saat panen.

Pernyataan ini disampaikan Presiden Joko Widodo ketika berbicara pada Pengembangan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) Terintegrasi di Kawasan Transmigrasi, KTM Kabupaten Mesuji, Minggu 21 Januari 2018. Selama ini, kata dia, petani mengurus sawah dengan mengairi, memupuk dan panen, setelah itu menjualnya dalam bentuk gabah.

"Padahal keuntungan besar itu pada saat jadi beras. Jadi saya sampaikan agar jualnya dalam bentuk beras. Syukur sudah dikemas. Ini di penggilingan padi modern ini bisa dilakukan,” ujar dia dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (22/1/2018).

Di lokasi Kawasan Transmigrasi, KTM Kabupaten Mesuji, terdapat pabrik penggilingan padi. Presiden ingin melihat produktivitas dari penggilingan padi tersebut.

"Saya mau lihat dulu apa kapasitas di sini cukup atau enggak. Kalau enggak bisa ditambah. Bermanfaat atau tidak bermanfaat. Kalau tidak sudah tinggalkan. Kalau bermanfaat akan dibesarkan lagi sehingga kapasitasnya memenuhi yang ada di masyarakat," kata dia.

Saat ini, ‎gabah yang dihasilkan petani hanya dihargai sebesar Rp 3.500 setiap kilogram (kg). Sedangkan harga beras berada di kisaran Rp 10 ribu-Rp 11 ribu per kg.

"Ini yang perlu kita lakukan bersama-sama sehingga sekali lagi produk pertanian kita tidak ketinggalan zaman. Ada pengerjaan setelah panen, pengeringan, digilang, dikemas baik apalagi diberi nama baik juga dikemas dalam kelompok besar petani, diberi merek. Itu akan memberi nilai tambah dengan menaikkan harga," jelas Jokowi.

Selain itu, para petani harus mulai memikirkan untuk menjual hasil sawahnya tidak hanya di sekitar Mesuji. "Kalau dikemas yang baik orientasinya bisa dijual ke provinsi lain, bisa ke Lampung, bisa ke luar pulau atau kalau berasnya organik sekarang ini permintaan ekspor juga banyak sekali," lanjut dia.

Penjualan dapat dilakukan secara online melalui e-commerce dan media sosial. "Mulai harus seperti itu. Jadi pembelinya tidak sekitar itu kalau mulai online semua orang seluruh Indonesia, dunia, bisa membeli," kata dia.

Jokowi juga mengingatkan pentingnya petani melakukan konsolidasi dalam kelompok besar sehingga memiliki skala produksi yang besar. "Jangan bergerak sendiri akan sulit. Kalau bisa berproduksi dalam skala besar, nanti petani bisa bersaing," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini