Sukses

Izin Investasi Pembangkit Listrik Lambat, Jokowi Jengkel

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku jengkel dengan lambatnya proses perizinan investasi di dalam negeri, khususnya untuk proyek pembangkit listrik. Menurut dia, lambatnya proses perizinan tersebut membuat investor enggan berinvestasi pembangkit listrik di Indonesia.

"Saya tanya lagi ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), rata-rata berapa hari sih dibutuhkan investasi? Investor untuk memproses perizinan baik di pusat maupun di daerah Jakarta. Ini data yang saya terima untuk pembangkit listrik, ini saya jengkel urusan listrik," ujar dia saat membuka Rapat Kerja Pemerintah di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/1/2018).

Untuk pembangkit listrik yang dibangun oleh swasta atau Independent Power Producer (IPP), sebenarnya sudah bisa 19 hari di tingkat pusat. Namun untuk perizinan di daerahnya masih butuh waktu lebih dari 700 hari.

"Yang IPP, di pusat setiap hari saya marahi, saya injak, sekarang bisa 19 hari. Di daerah mohon maaf, masih 775 hari. Sekarang kita blak-blakan sama kita buka semuanya. Artinya ada problem di daerah," kata dia.

Lamanya proses perizinan tersebut, lanjut Jokowi, membuat investor yang tadinya sangat ingin investasi di Indonesia, membatalkan niatnya. Hal ini menjadi sebuah kerugian besar bagi Indonesia.

"Ini karena berbondong-bondong orang di depan pintu ingin investasi, tapi banyak yang balik badan gara-gara urusan perizinan," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Panggil kepala Daerah

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang berencana untuk mengumpulkan pemerintah daerah (Pemda). Pemanggilan tersebut terkait upaya mempercepat perizinan investasi di daerah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, pemerintah tengah berupaya mewujudkan perizinan yang terintegrasi (single submission). Sebagai tahap awal, Darmin mengatakan, baik kementerian lembaga (KL) maupun pemerintah daerah membentuk satuan tugas (satgas).

"Kita sedang mati-matian supaya akhir Februari tahap pertamanya sudah keluar hasilnya kita menyebutnya percepetan izin berusaha menuju single submission. Seperti apa? Kita membentuk satgas disetiap KL dan pemda, di provinsi, kabupaten, kota. Siapa itu satgasnya, kalau di KL ketuanya Sekjen, enggak boleh ditawar. Kalau Dirjen yang dia urusi sektornyanya. Sekjen bawahannya Dirjen. Di daerah Sekda nggak boleh ditawar," jelasnya di Jakarta, Rabu (17/1/2018).

Darmin mengatakan, pemerintah telah menyurati daerah untuk menghadap Presiden. Melalui surat tersebut, Presiden ingin memastikan satgas sudah terbentuk.

"Kita sudah surat semua gubernur, semua bupati, wali kota, buat satgas memang belum penuh terbentuk, kalau pemerintah pusat sudah penuh terbentuk. Nanti hari Senin, Presiden sudah menyatakan panggil semua gubernur dan kepala ketua DPRD karena terminologi pemerintah daerah dalam UU Otonomi Daerah adalah gubernur, kepala daerah, dan DPRD," jelasnya.

Tugas satgas, lanjut Darmin, mengawal investasi, mengevaluasi investasi, memecahkan masalah investasi. Darmin mengatakan, pemerintah akan membangun sistem online untuk mengawal investasi.

Lanjut Darmin, pemerintah akan merampungkan sistem perizinan sebagai tahap 2. Rencananya, sistem tersebut akan dirampungkan pada akhir April 2017. Dengan sistem itu, pemerintah bisa memonitor sampai mana proses investasi.

"Seperti apa bulan Mei tahun ini, karena merencanakan akhir April selesai semua sistemnya tahap 2, kita bisa mengecek permohonan investasi yang sudah di PTSP ada di mana sekarang. Ada di Pemda, di mana kenapa enggak selesai? Kita bisa tegur satgas di daerah. Intinya kita sedang mengubah perizinan dari birokrasi itu tadinya penguasa jadi melayani," jelasnya.

Darmin mengatakan, pemerintah juga menyiapkan sanksi pada pihak yang memperlambat investasi.

"Anda nggak mau akan ada surat tegur, anda membandel juga akan ada sanksinya. Kalau sanksi adminitrasi enggak jalan, kita sedang minta Kementerian Keuangan sanksi di fiskal apa? Itu diambil," dia menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.