Sukses

Ceraikan Anak Putin, Setengah Harta Miliarder Rusia Ini Ludes

Miliarder Rusia, Kirill Shamalov harus rela kehilangan setengah dari harta kekayaannya karena bercerai dengan Katerina Tikhonova.

Liputan6.com, Jakarta - Kejadian tidak mengenakkan harus dialami seorang miliarder asal Rusia. Miliarder bernama Kirill Shamalov harus rela kehilangan hartanya dalam jumlah besar setelah memutuskan bercerai dengan sang istri. Mantan istri Shamalov yang bernama Katerina Tikhonova ternyata merupakan putri dari Presiden Rusia Vladimir Putin.

Meski terdengar tak biasa, kejadian seperti ini ternyata lumrah terjadi di Rusia. Sesuai hukum perceraian di Rusia, mantan pasangan berhak untuk mendapat setengah dari seluruh aset yang didapat selama menikah.

Pasca-bercerai, mantan istrinya pun mendapat setengah dari aset yang dimilikinya. Shamalov juga terpaksa menyerahkan saham di perusahaan minyak yang sebelumnya ia dapat sebagai hadiah pernikahan.

Lebih menyedihkannya lagi, pria kaya raya ini juga diturunkan dari jabatan tempatnya bekerja. Dilansir dari Bloomberg, Selasa (30/1/2018), Shamalov sebelumnya menduduki jabatan sebagai kepala eksekutif perusahaan minyak dan gas bumi asal Rusia, Sibur. Kini, ia harus bekerja di posisi yang lebih rendah.

Shamalov merupakan putra dari Nikolay Shamalov. Ayahnya adalah teman dekat Putin.

Meski hingga kini belum ada tanggapan resmi dari Rusia, laporan media setempat mengatakan bahwa Putin tidak memaafkan apa yang Shamalov telah perbuat pada putrinya.

Pernikahan Shamalov dan Tikhonova berlangsung pada 2013. Hal ini tidak banyak diketahui oleh publik karena pemerintahan Putin memiliki kebijakan untuk menyembunyikan kehidupan pribadinya dari publik.

Beredar spekulasi pula bahwa Putin tengah menyiapkan Tikhonova sebagai penggantinya untuk menjadi penguasa Rusia. Wanita yang berprofesi sebagai penari itu bakal mengambil alih pemerintahan sang ayah dalam satu dekade ke depan.

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Trump dan Putin Sepakat Tak Ada Solusi Militer Atas Krisis Suriah

Amerika Serikat dan Rusia merilis pernyataan bersama yang menyatakan bahwa tidak akan ada solusi militer di Suriah. Hal ini ditegaskan setelah terjadi pertemuan singkat antara Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin di sela-sela KTT APEC di Vietnam.

Selama beberapa hari terakhir, publik dibuat bertanya-tanya apakah Trump dan Putin memiliki agenda pertemuan selama KTT APEC. Namun, Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders belakangan memastikan bahwa keduanya tidak akan bertatap muka secara resmi karena tidak ada kecocokan jadwal.

Pernyataan bersama yang dikeluarkan pejabat dari kedua negara menyebutkan bahwa Trump dan Putin telah membuat kemajuan dalam isu Suriah. Sejak enam tahun terakhir, negeri pimpinan Bashar al-Assad itu dilanda perang saudara.

AS dan Rusia mendukung faksi yang bermusuhan dalam perang tersebut. Selama ini pun kesepakatan mengenai solusi menuju damai belum tercapai.

"Kedua presiden setuju bahwa tidak ada solusi militer atas konflik di Suriah," sebut pernyataan itu seraya menambahkan bahwa kedua belah pihak menegaskan tekad mereka untuk mengalahkan ISIS. Demikian seperti dikutip dari Telegraph pada Minggu (12/11/2017).

Pernyataan tersebut menambahkan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk menjaga agar tidak saling bentrok dan mendesak agar pihak-pihak yang terlibat dalam perang, duduk bersama dalam perundingan yang dipimpin PBB di Jenewa.

Rusia telah terlibat dalam perang langsung di Suriah sejak 2015 sebagai langkah konkret dalam mendukung rezim Assad melawan kelompok pemberontak yang didukung AS.

Baru-baru ini, militer Rusia menuding AS hanya "berpura-pura" melawan ISIS di Irak dan menghalangi serangan yang didukung Rusia di Suriah timur. Namun, dalam pernyataan bersama, kedua pihak mengungkapkan kepuasan mereka atas upaya mencegah insiden antarpasukan di Suriah.

"Kedua presiden menegaskan komitmen mereka terhadap kedaulatan, persatuan, kemerdekaan, integritas teritorial, dan karakter nonsektarian Suriah," ujar pernyataan bersama AS dan Rusia.

Menurut pejabat senior Kementerian Luar Negeri, pernyataan bersama ini merupakan hasil dari "diskusi berbulan-bulan yang cukup intens" dan difinalisasi di KTT APEC antarpara diplomat.

Salah seorang pejabat mengungkapkan bahwa pernyataan bersama ini mewakili komitmen tegas Rusia terhadap proses perdamaian yang didukung oleh PBB.

"Kami sangat jelas bahwa tidak akan ada bantuan rekonstruksi di Suriah sampai ada proses politik yang bergerak," tutur pejabat tersebut.

Utusan PBB untuk Suriah mengumumkan bahwa putaran perundingan baru dijadwalkan akan berlangsung di Jenewa pada 28 November. Sebelumnya, rezim Assad dan oposisi Suriah telah bertemu dalam tujuh sesi, tapi semuanya gagal mencapai kata sepakat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.