Sukses

Jokowi Minta Kemendag Telusuri Asal Produk Jualan E-Commerce

Jangan sampai produk yang dijual e-commerce berbahaya bagi konsumen dan mematikan industri di dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menelusuri produk-produk yang dijual pada situs jual-beli online (e-commerce). Sebab, jangan sampai jika barang-barang tersebut lebih banyak berasal dari luar negeri alias impor.

Menurut dia, jangan sampai karena memberikan ruang kepada para pelaku e-commerce, tapi membiarkan produk impor masuk ke Indonesia melalui situs tersebut.

"Jangan sampai kita enggak mengamati, tahu-tahu ada marketplace yang membuka lapaknya tetapi produknya 100 persen itu dari barang-barang luar. Jadi kita malah kemasukan, cek betul apa yang dijual, barangnya dari mana," ujar dia di Istana Negara, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

‎‎Menurut dia, jika dalam e-commerce tersebut berisi produk-produk dalam negeri, maka Indonesia yang akan mengintervensi pasar global. Namun jika e-commerce ini menjual produk asing, maka Indonesia hanya akan dijadikan pasar.

"Kalau di market place besar yang barang-barangnya di situ isinya barang-barang dari dalam negeri silakan, berarti kita mengintervensi pasar luar. Tapi kalau kebalikan, tahu-tahu enggak kelihatan banyak produsen kita yang tutup, hati-hati. Ini ada intervensi yang enggak kelihatan dan bisa dimungkinkan berasal dari perdagangan online yang enggak bisa dilihat detail satu per satu. Hati-hati. Tolong buka lapak-lapak yang ada di online, dibuka semua. Apakah barang kita, apa dari negara lain," jelas dia.

Jokowi menegaskan, pentingnya Kemendag untuk mengetahui asal produk yang dijual pada e-commerce adalah untuk memberi perlindungan bagi konsumen dan produsen di dalam negeri. Jangan sampai produk yang dijual e-commerce berbahaya bagi konsumen dan mematikan industri di dalam negeri.

"Karena perlindungan terhadap konsumen, tertib niaga itu penting sekali. Bagi perlindungan produsen-produsen kita. Saya sudah tugaskan Menko Perekonomian juga masalah ini. Sehingga regulasi mengenai perdagangan online e-commerce itu harus segera disiapkan," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Asosiasi E-Commerce Ingin Kemenkeu Uji Publik Sebelum Tarik Pajak

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mengingatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan uji publik atas Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Perpajakan Pelaku Usaha Perdagangan Berbasis Elektronik (RPMK Pajak E-Commerce) sebelum diterbitkan.

Ketua Umum idEA Aulia E Marinto mengatakan, selama ini pihak Kementerian Keuangan baru membahas mengenai konsep‎ RPMK Pajak E-Commerce, tapi hal tersebut perlu diperdalam dengan uji publik untuk mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan. Lantaran, jika kebijakan baru sudah diterbitkan akan berdampak ke pelaku industri.

"Kami mendorong pemerintah uji publik, selama ini baru bicara konsep. Uji publik atas naskah RPMK Pajak e-commerce harus dilakukan sebelum disahkan agar asas formal dan material pembentukan peraturan terwujud," kata Aulia, di Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Aulia melanjutkan, idEA menginginkan ada perlakuan yang sama antara e-commerce marketplace dan media sosial, sehingga aturan tersebut menjangkau seluruh segmen platform. Lantaran jika tidak ada perlakuan yang sama, maka akan membuat penjual di marketplace beralih ke media sosial.

"Intinya, perlakuan antara e-commerce marketplace dengan yang media sosial, dengan kehadirannya bahkan tidak di negara ini. Bukan hanya karena kantornya sudah ada di sini, lalu jadi beres," tutur dia.

‎Aulia mengungkapkan, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak sosial atas diberlakukannya kebijakan tersebut, sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha kecil menengah (UKM).

‎Aulia melanjutkan, mengingat sebagian besar pelaku usaha di marketplace adalah pelaku usaha skala kecil yang baru memulai bisnisnya, maka secara prinsip idEA mendukung jika dalam RPMK Pajak e-commerce diterapkan tarif PPh Final sebesar 0,5 peren bagi pelaku usaha yang memiliki omzet sampai dengan Rp 4,8 miliar dalam setahun

"Penerapan aturan perpajakan tersebut diperlukan untuk mendorong UMKM offline bertransformasi menjadi UMKM online, memudahkan pemungutan pajak di masa datang, sekaligus meningkatkan efisiensi dan daya saing UMKM Mikro di Indonesia," tutur Aulia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.