Sukses

DPR Ajak Pemerintah Rampungkan RUU Minuman Beralkohol

Anggota Pansus RUU Minuman Beralkohol Kuswiyanto menuturkan, hingga kini belum ada kemajuan signifikan RUU Minuman beralkohol.

Liputan6.com, Jakarta - DPR meminta pemerintah lebih kooperatif guna merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Minuman Beralkohol (Minol). Lantaran sejak diinisiasi sejak 2016, ‎hingga kini RUU tersebut tak kunjung rampung.

Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Minol Kuswiyanto menuturkan, selama ini perwakilan dari pemerintah kerap tidak hadir dalam pembahasan RUU tersebut. Hal ini membuat RUU tak kunjung selesai dalam proses pembahasan dan disahkan menjadi UU.

"Sikap pemerintah akan menghambat proses pembahasan, sehingga perkembangan RUU tersebut berjalan tidak baik," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (2/2/2018).

Menurut Kuswiyanto, hingga saat ini belum ada kemajuan yang signifikan dari RUU tersebut. Keadaan seperti ini, kata dia, justru akan merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat dan industri minuman dalam negeri.

"Sampai hari ini belum ada kemajuan yang signifikan. Harapan saya harus ada dua persepsi, pertama dari pihak pemerintah dan kedua dari anggota dewan," kata dia.

Kuswiyanto meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian terkait agar menyatukan pandangan terkait RUU ini. Dengan demikian, RUU tersebut bisa segera disahkan pada tahun ini.

"Perlu ada penyelarasan persepsi antar kementerian, baik Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Perindustrian," ungkap dia.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Anggota Pansus RUU Minol Abdul Fikri Faqih. Menurut dia, RUU Minuman Beralkohol sudah bergulir sejak 26 Mei 2016, tetapi hingga saat ini tidak juga selesai.

"Padahal, sejumlah kalangan telah mendesak DPR dan pemerintah untuk menuntaskan pembahasan regulasi minuman keras tersebut," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kemendag Sita Ribuan Karton Minuman Beralkohol Ilegal

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) ‎menyita sekitar 1.000 karton minuman beralkohol ilegal di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Temuan minuman beralkohol impor tersebut merupakan hasil pengawasan yang dilakukan Direktorat Tertib Niaga, Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang bekerja sama dengan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bintan dan juga didukung oleh Komando Distrik Militer 0315/Bintan.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Syahrul Mamma mengatakan, 1.000 karton minuman beralkohol yang disita tersebut yang diduga tidak memiliki izin impor. Dengan demikian, minuman tersebut masuk kategori barang impor ilegal.

Dia menjelaskan, importasi minuman beralkohol diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Setiap importir minuman beralkohol harus mendapatkan penetapan untuk melakukan importasi berupa Importir Terdaftar minuman beralkohol (IT-MB). Selain itu, dalam Peraturan Menteri tersebut juga diatur mengenai peredaran dan penjualan minuman beralkohol.

"Kami akan tegas dalam mengawasi impor dan peredaran minuman beralkohol. Tak ada kompromi bagi importir yang tidak taat aturan," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu 4 Oktober 2017.

Syahrul menuturkan, terhadap barang bukti minuman beralkohol ilegal telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perdagangan (PPNS-DAG) Direktorat Tertib Niaga Ditjen PKTN.

Selanjutnya PPNS-DAG akan melakukan proses penyidikan dengan dugaan pelanggaran Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang mengatur Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan tidak memiliki perizinan di bidang Perdagangan yang diberikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 10 miliar.

"Kemendag melalui Ditjen PKTN akan terus melakukan pengawasan dan penindakan terhadap kegiatan perdagangan untuk menegakkan aturan yang berlaku. Kemendag juga akan memberikan sanksi yang tegas bagi siapa pun yang melanggar," kata Syahrul.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.