Sukses

20 Ribu Buruh Bakal Geruduk Istana Selasa Depan, Tuntut 3 Hal

Sebanyak 20 ribu buruh bakal menggelar aksi di depan Istana Negara pada Selasa (6/2/2018). Mereka menuntut tiga hal yang disebut Tritura.

Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 20 ribu buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dari Jabodetabek akan berunjuk rasa di depan Istana Negara pada hari Selasa (6/2/2018). Buruh menuntut tiga hal kepada pemerintah.

"Selain 20 ribu buruh, aksi juga akan dilakukan ribuan buruh serentak di kota lain, seperti Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Batam, Yogyakarta, Aceh, Bengkulu, Lampung, Makassar, Gorontalo, Manado, Banjarmasih, dan lainnya," ujar Presiden KSPI, Said Iqbal dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (2/2/2018).

Said menjelaskan dalam aksi yang digelar 6 Februari mendatang, buruh atas nama rakyat menuntut tiga hal atau yang disebut sebagai Tritura. Tiga tuntutan itu, katanya, pertama, turunkan harga beras dan listrik, menolak impor beras, dan mewujudkan kedaulatan pangan dan energi. Kedua, menolak upah murah, cabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Tuntutan ketiga, Pilkada dan Pilpres, pilih calon pemimpin yang pro buruh dan anti PP 78/2015.

"Aksi 6 Februari bukanlah aksi yang pertama dan terakhir. Jika pemerintah Jokowi-JK tidak memenuhi tuntutan buruh, kami pastikan eskalasi aksi buruh akan terus membesar hingga puncaknya pada 1 Mei 2018 dalam peringatan May Day," tegas Said.

Dia akan mengerahkan ratusan ribu buruh dari berbagai daerah kawasan industri di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Sumatera.

"Buruh-buruh tersebut akan masuk ke Jakarta untuk menyuarakan tuntutan yang sama," kata Said.

Pemerintah Jokowi dinilainya telah gagal mengangkat kesejahteraan kaum buruh dan rakyat kecil. Contohnya kenaikan harga beras dan rencana impor beras, serta rencana kembali menaikkan harga listrik adalah cerminan pengingkaran konsep Trisakti dan Nawa Cita yang seharusnya mengedepankan kedaulatan politik.

"Bukan bergantung pada asing, kemandirian ekonomi bukan impor beras di kala masa panen petani, dan kepribadian Indonesia bukan menghambakan diri dengan utang yang menggunung," tutur Said

Akibat kebijakan ini, sambungnya, daya beli buruh, petani, dan rakyat kecil semakin menurun, serta ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terjadi kembali di beberapa sektor industri.

Semua ini, dianggap Said, salah satu penyebab utamanya adalah tidak adanya kebijakan tentang kedaulatan pangan dan energi yang murah harganya bagi buruh dan rakyat. 

"Bagaimana mungkin harga listrik yang dibayarkan buruh jauh lebih mahal dari biaya makan keluarga. Dan semua ini lebih diperparah dengan kebijakan upah murah melalui PP 78/2015," tegasnya. 

KSPI juga menilai Presiden Jokowi telah gagal mensejahterakan buruh. Hanya fokus seperti kaca mata kuda terhadap infrastruktur yang sesungguhnya lebih menguntungkan para orang kaya dan pemilik modal.

Terbukti, kata Said ada 10 orang terkaya di Indonesia yang membukukan peningkatan harta kekayaan secara tajam.

Tetapi secara bersamaan puluhan anak-anak suku Asmat meninggal karena gizi buruk diiringi terjadinya lonjakan harga beras, biaya listrik mahal, upah murah, dan impor beras.

"Buruh sudah mempersiapkan aksi terus menerus dan akan terus ditingkatkan eskalasi gerakan aksinya sepanjang 2018 ini," ungkap Said.

KSPI meminta agar tidak ada pemblokiran jalan terhadap buruh yang akan masuk ke Jakarta pada 6 Februari nanti. "Kami sudah siap. Saya berharap tidak ada pemblokiran oleh aparat terhadap massa buruh yang akan bergerak ke Jakarta," ujarnya.

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Demo di Balai Kota

Selain di Istana, buruh juga berencana melakukan aksi di Balai Kota DKI Jakarta. Sebab Said mengatakan, hingga saat ini Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan- Sandiaga Uno belum memutuskan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), sebagaimana janji mereka dalam kontrak politik dengan buruh Jakarta.

"Sama seperti UMP, UMSP seharusnya ditetapkan sebelum Januari. Tetapi hingga saat ini Gubernur DKI belum juga menetapkan UMSP. Kami minta Anies-Sandi jangan berbohong untuk yang kedua kalinya dengan buruh," tutup Said.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.