Sukses

Sri Mulyani Antisipasi Anjloknya Bursa Saham Dunia

Menkeu Sri Mulyani bersama BI akan memperkuat kebijakan fiskal dan moneter untuk mengantisipasi anjloknya bursa saham global.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah terus memantau perkembangan bursa saham di seluruh dunia. Hal ini menyusul melemahnya bursa saham di sejumlah negara.

Sri Mulyani menyatakan, pergerakan bursa di dunia tidak lepas dari perkembangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS).

‎"Kita terus pantau perkembangan dari terutama bursa-bursa yang ada di luar negeri, yang di-trigger pertama oleh perkembangan yang ada di AS. Tentu dari sisi berbagai macam sentimen yang muncul dan ini menular kepada bursa-bursa yang di kawasan baik di Eropa dan di Asia," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Menurut dia, mengantisipasi gejolak ini salah satunya dengan memperkuat berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI), baik dari sisi fiskal maupun moneter.

"Kami tentu akan melihat ini dengan berfokus pada kehati-hatian. Pertama seluruh kebijakan pemerintah akan terus diperkuat. Sekarang ini dari sisi makro kami dengan BI terus ingin sampaikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter dua-duanya ditujukan untuk menjaga stabilitas dari perekonomian Indonesia," kata Sri Mulyani.

Kemudian, lanjut Sri Mulyani, pemerintah juga akan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh investasi serta ekspor. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi 2017 yang sebesar 5,07 persen.

"Kedua, kita tetap akan fokus pada kebijakan-kebijakan yang bisa menjaga momentum dari pertumbuhan ekonomi kemarin di kuartal IV, terutama investasi dan ekspor sudah sangat positif. Jadi kita akan tetap menjaga mesin pertumbuhan dari investasi agar dia bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Diharapkan di atas 7 persen growth-nya, ekspor tetap terjaga di atas 8 persen," jelas dia.

Selain itu, kata dia, pemerintah akan terus berupaya menjaga tingkat konsumsi rumah tangga berada di level 5 persen, serta mendorong belanja pemerintah.

"Kemudian konsumsi akan bisa dijaga 5 persen dan lebih serta government spending yang dilakukan secara supportif. Kita juga ingin memberikan keyakinan pada private sector bahwa mereka dapat dan bisa berpartisipasi banyak terhadap pertumbuhan ekonomi ini," tandas Sri Mulyani. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Wall Street Alami Penurunan Terbesar sejak 2011

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street alami koreksi tajam dalam dua hari. Bahkan indeks saham Dow Jones catatkan penurunan terbesar sejak Agustus 2011.

Indeks saham Dow Jones melemah lebih dari 1.800 poin sejak Jumat pekan lalu. Wall street tergelincir 4,6 persen pada Senin waktu setempat. Indeks saham Dow Jones alami penurunan besar sejak Agustus 2011, selama krisis utang Eropa.

Tekanan terjadi di bursa saham Amerika Serikat (AS) berdampak ke bursa saham global. Sebagian besar indeks saham acuan antara lain di Jepang, Hong Kong, dan Australia turun tajam pada Selasa pagi.

Kekhawatiran investor terhadap kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve menjadi sentimen negatif. Investor khawatir bank sentral AS akan agresif untuk menaikkan suku bunga dan dilakukan lebih cepat.

"Saya tidak khawatir dengan langkah ini. Ini adalah langkah the Federal Reserve. Jika Anda tidak berpikir ada inflasi, Anda tidak berpikir the Federal Reserve akan bersikap agresif seperti yang diperkirakan, saat ini waktu beli," ujar Joe VaVorgna, Ekonom Natixis seperti dikutip dari laman CNBC.

Mengutip laman CNN Money, berikut alasan mendorong aksi jual di bursa saham global, seperti ditulis Selasa (6/2/2018):

1. Pelaku pasar prediksi the Federal Reserve akan menaikkan tingkat suku bunga

Bursa saham Amerika Serikat atau wall street naik sejak pemilihan umum lantaran didukung ekonomi kuat. Selain itu, tingkat pengangguran mencatatkan level terendah, dan banyak lapangan kerja terbuka.

Selain itu, perusahaan juga mulai membayar gaji pegawai melebihi apa yang ada sekarang dan merekrut pegawai baru. Pelaku usaha juga akan menaikkan harga jual seiring kenaikan gaji. Ini akan mendorong inflasi.

Meski ekonomi AS alami proses pemulihan hampir sembilan tahun ini, inflasi tetap saja rendah, dan ini menjadi misteri. The Federal Reserve mempertimbangkan inflasi untuk menaikkan suku bunga. Bank sentral belum dapat menaikkan suku bunga secara signifikan selama 10 tahun ini sering ekonomi masih proses pemulihan.

The Federal Reserve berencana menaikkan suku bunga secara bertahap pada 2018. Diperkirakan kenaikan suku bunga mencapai tiga kali. Akan tetapi, jika inflasi naik, the Federal Reserve dapat menaikkan suku bunga lebih dari tiga kali.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.