Sukses

Mahfud MD: Zakat Jangan Membebani PNS

Mantan Ketua MK, Mahfud MD mengkritik wacana Kemenag terkait pemotongan gaji PNS muslim 2,5 persen untuk zakat.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengkritik rencana Kementerian Agama (Kemenag) terkait pemotongan gaji pegawai negeri sipil (PNS) muslim sebesar 2,5 persen untuk zakat. Sarannya, jangan sampai zakat ini membebani PNS.

Saran itu disampaikan Mahfud di akun Twitternya @mohmahfudmd, seperti dikutip Liputan6.com, Jakarta (8/2/2018). Mahfud menjelaskan bahwa zakat baru wajib jika sudah mencapai nishab dan haul (tersimpan setahun).

"Niat Pak Menag mungkin baik. Untuk berbuat baik kadang harus setengah dipaksa. Tapi zakat itu baru wajib jika sudah mencapai nishab dan haul (tersimpan setahun)," ujar Mahfud.

"Bagaimana kalau gaji PNS tak mencapai nishab dan haul. Misalnya karena bayar utang dan keperluan lain? Pikir lagi lah," pakar hukum itu menambahkan.

Lebih jauh Mahfud MD menuturkan, zakat mal (zakat harta) itu menjadi wajib jika mencapai nishab (sejumlah minimal tertentu) dan haul (sudah dimiliki selama setahun penuh).

"PNS golongan IIIA atau B saja rasanya lebih banyak yang belum memenuhi syarat itu. Hati-hati Pak Menteri, jangan sampai membebani. Dirinci lagi lah," terangnya.

Dia mencontohkan, seorang PNS dengan gaji Rp 10 juta per bulan, belum tentu wajib zakat. Sebab, gajinya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makan, transportasi, SPP kuliah anak, cicilan rumah, dan lainnya.

"Misalkan setiap bulan bisa menabung Rp 3 juta, maka juga belum wajib zakat, sebab akumulasi tabungan dalam satu tahun hanya Rp 36 juta, belum nishab. Masa, mau dipotong pajak?," kata Mahfud.

Menurutnya, zakat profesi merupakan istilah yang baru, bukan istilah naqly. Namun, tetap penyetaraan nishab-nya adalah zakat mal.

Jika MUI menyetarakan dengan 85 gram emas, jadi tetap harus nishab dan haul. Bila tidak nishab dan haul, namanya zakat harta rikaz yang berbeda dengan zakat profesi dan zakat fitrah.

"Kalau PNS mau bersedekah atau berinfak dengan ikhlas, tentu sangat bagus. Tapi itu jangan disebut zakat agar tak menyesatkan. Kalau sedekah atau infak yang ikhlas tentu tak bisa dipotong langsung melalui Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Menteri," tutup Mahfud MD.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menag: Potensi Zakat PNS Bisa Tembus Rp 10 Triliun

Kementerian Agama (Kemenag) tengah menata mekanisme potongan gaji untuk zakat bagi aparatur sipil negara (ASN) atau PNS yang beragama Islam. Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, jika rencana tersebut berjalan dengan baik, maka diperkirakan potensi zakat dari ASN muslim bisa mencapai Rp 10 triliun per tahun.

"Potensi zakat di Indonesia masih terus kami hitung, tapi setidaknya kalau ASN muslim secara keseluruhan punya kesadaran tinggi ada Rp 10 triliun dari ASN muslim kita himpun per tahun," ujar Menteri Lukman di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, pada 7 Februari 2018.

Menurutnya, dana zakat yang berasal dari gaji ASN muslim akan disalurkan untuk kemaslahatan masyarakat, baik di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, hingga bencana alam. Terpenting, dana tersebut tidak sebatas kepentingan umat muslim saja.

"Bisa dunia pendidikan, membangun pondok pesantren, sekolah, madrasah, memberikan beasiswa. Untuk kegiatan sosial, membangun perekonomian masyarakat, untuk rumah sakit, kesehatan termasuk untuk mereka mengalami musibah misal banjir, gempa bumi yang memerlukan dana," ungkap Lukman.

Dia menjelaskan, nantinya ada akad antara PNS dan pengelola zakat sebelum pemotongan gaji. Akad dilakukan hanya sekali pada saat awal. Bahkan, ada kemungkinan dana zakat tersebut akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

"Kami bisa menjelaskan bahwa mereka menggunakan dana zakat untuk kemaslahatan masyarakat secara umum dan luas. Ada juga dana pendayagunaan ekonomi masyarakat produktif. Intinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.