Sukses

Tak Ingin Tersaingi Vietnam, RI Perlu Genjot Investasi

Ekonomi Indonesia telah jadi raksasa ke-15 dunia namun masih ada pekerjaan rumah untuk menopang pertumbuhan ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menembus US$ 1 triliun pada 2017. Dengan masuknya ke angka US$ 1 triliun menjadikan Indonesia masuk dalam grup trillion dollar club. Akan tetapi, Indonesia masih punya pekerjaan rumah agar ekonominya tidak disalip Vietnam.

Ekonom BCA David Sumual menuturkan, PDB Indonesia mencapai angka US$ 1 triliun itu didorong konsumsi yang tumbuh konsisten. Namun, hal lain juga harusnya menjadi perhatian yaitu gini rasio dan pendapatan per kapita.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk (gini rasio) pada September 2017 sebesar 0,391. Angka ini turun 0,002 poin jika dibandingkan dengan gini rasio Maret 2017 sebesar 0,393.

David menambahkan, agar ekonomi Indonesia tumbuh cepat juga perlu mendorong investasi dan ekspor. Jika hal itu tidak dilakukan, ekonomi Indonesia dapat disalip oleh Vietnam.

"Kalau mau lebih cepat harus mendorong investasi dan ekspor," ujar dia.

David mengatakan, Vietnam memiliki kemiripan dengan Indonesia untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi lewat kekayaan sumber daya alam. Akan tetapi, Vietnam memiliki keunggulan dengan kemudahan bisnis lebih baik ketimbang Indonesia. Hal itu mendorong investasi di Vietnam kuat sehingga mendorong pertumbuhan ekonominya.

David menuturkan, di setiap kawasan industri di Vietnam terdapat lembaga seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sehingga memudahkan untuk berbisnis.

"Kemudahan berbisnis membutuhkan insentif. Tak seperti di Indonesia terkendala regulasi dan Undang-Undang," kata David, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (28/2/2018).

David mengatakan, Indonesia memang sudah menunjukkan ada perbaikan memudahkan izin bisnis. Apalagi lewat paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan turut membantu. Namun bila Indonesia tidak ada perbaikan izin berbisnis, Vietnam dapat menyalip Indonesia.

"Dalam waktu 3-5 tahun Indonesia ekonominya dapat tersalip Vietnam. Mereka (Vietnam-red) lebih agresif investasinya. Pada tahun lalu saja investasi mereka capai US$ 35,5 miliar," ujar David.

Akan tetapi, hal itu tidak cukup. David menuturkan, Indonesia jangan  hanya menjadi pasar tetapi juga mampu menjadi negara produsen oleh karena itu perlu penguatan industri manufakturnya. 

David menilai, Indonesia perlu mengembangkan ekonomi kreatifnya agar menopang pertumbuhan ekonomi. Tak hanya itu, sarana-sarana pertanian juga perlu didukung oleh pemerintah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ekonomi RI Jadi Raksasa ke-15 Dunia

Sebelumnya, Indonesia kembali membuktikan sebagai negara besar dan tengah berada dalam langkah untuk menjadi negara maju. Hal itu terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang telah menembus US$ 1 triliun per tahun.

Bahkan dengan masuknya PDB Indonesia ke angka US$ 1 triliun, menjadikan Indonesia masuk dalam grup trillion dollar club.

"Indonesia luar biasa, ekonomi Indonesia masuk ke dalam US$ 1 triliun, dan US$ 1 triliun ekonomi itu adalah sesuatu yang besar dan itu menunjukan bahwa Indonesia mengarah kepada ekonomi besar dunia," kata Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa 27 Februari 2018.Dengan angka PDB tersebut, Agus mengaku Indonesia kini berada di urutan ke-15 sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terus menanjak.

Tidak hanya diakui di ASEAN, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diakui di dunia. Sebagai bukti, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah pertemuan tahunan International Moneter Fund (IMF)-World Bank pada Oktober 2018.

"Mereka (IMF) sangat positif dengan ekonomi kita. Bahkan mereka percaya ekonomi Indonesia tumbuh 5,3 persen (2018), kita di pemerintah dan DPR itu sepakati pertumbuhannya 5,4 persen, tetapi kalau dari IMF mengatakan 5,3 persen, saya lihat ini cerminan konfiden dari IMF terhadap Indonesia," tutup Agus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.